Rokok Elektrik Berbahaya, Benarkah?
Oleh: dr. Muhamad Adrin A. P.
Pada satu dekade terakhir, kehadiran rokok elektrik menjadi sorotan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Produk e-cigarettes, dikenal pula dengan sebutan VAPE pens atau ENDS (electronic nicotine delivering system), mulai diluncurkan sebagai produk komersial pada tahun 2003. Popularitas rokok elektrik terus meningkat seiring ramainya klaim bahwa produk ini lebih aman bagi kesehatan dibandingkan produk rokok tradisional. Tentu saja saat itu belum ada riset yang dapat mengonfirmasi kebenaran klaim tersebut. Bahkan, rokok elektrik sempat direkomendasikan sebagai alat transisi pada perokok yang ingin berhenti merokok, untuk menurunkan konsumsi nikotin secara bertahap sehingga efek withdrawal dapat diminimalisir. Namun, studi teranyar terhadap keamanan rokok elektrik menunjukkan fakta sebaliknya. Perdebatan tentang manfaat vs resiko kesehatan pada penggunaan rokok elektrik pun terus berlanjut.
Pada prinsipnya, rokok elektrik adalah sebuah alat dengan tenaga baterai yang dapat memanaskan cairan tertentu menjadi aerosol yang kemudian dihisap oleh pengguna. Tiga komponen utama rokok elektrik adalah baterai, cartridges (wadah untuk cairan), dan atomizer (komponen pembentuk aerosol). E-liquids, sebutan untuk cairan yang digunakan pada rokok elektrik, umumnya terdiri dari nikotin cair, perisa buah, dan bahan aditif lainnya. Konsentrasi nikotin dan jenis senyawa kimia tambahan pada e-liquids sangat variatif dan dipengaruhi pula oleh besar voltase baterai yang digunakan. Hal ini menjadi salah satu faktor yang memperumit studi tentang keamanan rokok elektrik.
Sejak 2008, penjualan rokok elektrik diperkirakan terus meningkat hingga 14 kali lipat. Di USA, 57% pengguna rokok elektrik adalah perokok baru, bukan pengguna rokok tradisional sebelumnya. Jumlah perokok anak-anak (berusia di bawah 18 tahun) meningkat hingga 9 kali lipat sejak 2011 menjadi lebih dari 21%. Padahal efek nikotin terhadap perkembangan otak menjadi lebih signifikan pada individu di bawah 20 tahun, sehingga risiko gangguan memori, gangguan atensi, dan kecenderungan ketergantungan zat adiktif menjadi lebih besar.
Sebenarnya, perusahaan rokok tradisional terbesar dunia milik Philip Morris telah mengembangkan alat untuk mengubah nikotin dalam bentuk aerosol sejak tahun 1963 dan mulai merencanakan produk rokok elektrik pada 1990. Namun, Hon Lik, seorang ahli farmasi dari China, adalah orang yang pertama kali mengenalkan rokok elektrik modern ke pasaran. Sejak tahun 2011, perusahaan rokok tradisional mulai membeli satu persatu perusahaan rokok elektrik. Sehingga pada 2014, mayoritas rokok elektrik diproduksi oleh perusahaan yang sama dengan rokok tradisional.
Rokok elektrik mengurangi pengguna rokok tradisional? Beberapa alasan rokok elektrik dianggap baik adalah berdasarkan beberapa studi di Inggris, yang menunjukkan hasil keinginan berhenti merokok lebih kuat jika dijembatani rokok elektrik terlebih dahulu pada perokok lama. Namun ini berkebalikan pada perokok elektrik yang tidak ada rencana untuk berhenti merokok. Para perokok elektrik, menurut studi oleh dr. Nora Volkow dari National Institute on Drug Abuse, Amerika, akan bertendensi untuk menggunakan rokok tradisional juga. Hal ini membuat angka perokok tradisional di Amerika mulai naik kembali. Pada 2015 misalnya, laporan di Amerika menunjukkan peningkatan lebih dari 900% di kalangan remaja SMA.
Apakah rokok elektrik lebih aman dibanding rokok tradisional? Beberapa anggapan rokok elektrik aman berdasarkan bau dan rasa yang dikeluarkan. Rokok elektrik dapat menghasilkan aerosol beraneka rasa bahkan sampai rasa buah-buahan. Hal ini membuat stigma bahwa rokok elektrik lebih aman. Untuk menanggapi hal itu, mari kita kembali ke bahan dasar cairan yang digunakan. Mayoritas cairan rokok elektrik mengandung nikotin dengan kadar sampai dengan 36,6 mg/ml. Sayangnya, ada beberapa merk produk rokok elektrik salah menulis jumlah kandungan nikotin. Bahkan ada yang berani mengklaim bebas nikotin, namun dari penelitian, masih ada nikotin di dalamnya.
Nikotin secara umum meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, mulia dari peningkatan tekanan darah, sampai kejadian serangan jantung dan gagal jantung. Nikotin secara molekular membuat disfungsi endotel, suatu lapisan di dalam pembuluh darah koroner yang menjaga pembuluh darah dapat melebar jika dibutuhkan, sehingga pembuluh darah lebih kaku dan mudah terjadi radang. Selain itu, nikotin dapat membuat darah lebih kental sehingga meningkatkan risiko serangan jantung. Hal lain yang menarik adalah angka keracunan nikotin pada pengguna rokok elektrik lebih besar. Ini terjadi karena banyak anak-anak yang meminum cairan rokok elektrik sehingga keseluruhan nikotin masuk ke dalam tubuh. Masalah lain dari rokok elektrik adalah adanya kandungan karbonil seperti aldehida, formaldehida, asetalhida, dan akrolein. Kenapa hal ini perlu diwaspadai? Karena International Agency of Research of Cancer, sebuah lembaga internasional yang meneliti kanker, menemukan bahwa formaldehida adalah salah satu zat karsinogenik. Zat lain yakni akrolein, pada penelitian di lab dapat membuat gangguan irama jantung. Ditambah, akrolein dapat memperburuk efek nikotin dalam menggentalkan darah. Ujung-ujungnya, risiko serangan jantung meningkat.
Sebagai kesimpulan, rokok elektrik bagai pisau bermata dua. Bagi mereka yang berkeinginan berhenti merokok, rokok elektrik dapat menjadi jembatan yang baik menuju kesana. Namun bagi mereka yang sedang mencoba-coba, maka rokok elektrik dapat membuat kecanduan dan akhirnya menimbulkan masalah kesehatan.