Berpuasa Selama Ramadan, Amankah Bagi Penderita Penyakit Jantung?

Berpuasa Selama Ramadan, Amankah Bagi Penderita Penyakit Jantung?

 

Penulis: dr. Natalia Jaman

Tidak lama lagi, kita akan memasuki bulan puasa, bulan suci Ramadan. Pada bulan puasa ini, umat Islam akan menjalani puasa tanpa makan dan minum selama kurang lebih 15-16 jam dengan dua kali makan sehari, saat sahur dan saat buka puasa.Selain karena perubahan pola makan dan minum serta aktivitas saat masa puasa, obat-obatan rutin yang dikonsumsi oleh penderita penyakit jantung turut mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh terutama saat menjalani puasa Ramadan. Perubahan pola ini tentunya menimbulkan kekhawatiran bagi penderita penyakit jantung kronis yang ingin berpuasa. Kekhawatiran yang timbul umumnya berkaitan dengan risiko terjadinya kejadian akut kardiovaskular, cara konsumsi obat-obatan rutin, dan bagaimana cara berpuasa yang aman untuk dijalankan.

Berdasarkan sebuah systematic review (Imtiaz dkk, 2013), puasa ramadhan tidak berhubungan dengan perubahan insiden kejadian akut kardiovaskular pada penderita penyakit jantung yang stabil.1Sebuah penelitan di Saudi Arabia (Jassim dkk, 2005) mengamati 465 pasien dengan penyakit jantung yang menjalani puasa selama Ramadan. Subjek penelitian adalah pasien yang menjalani perawatan di poli rawat jalan dengan gagal jantung kongestif, pasien dengan angina, atrial fibrilasi, pasien dengan katup prostetik metalik, riwayat operasi bedah pintas koroner sebelumnya dan pasien dengan riwayat intervensi koroner perkutan. Pada follow up setelah masa puasa selesai, didapatkan 91% dapat menjalani puasa dengan baik dan 6,7% pasien mengalami perburukan gejala selama berpuasa Ramadan. Terdapat 19 pasien yang harus dirawat inap karena kejadian akut kardiovaskular, yaitu angina tidak stabil, perburukan gagal jantung, infark miokard dan hipertensi tidak terkontrol.2 Penelitian lainnya yang serupa dengan desain prospektif menunjukkan efek yang minimal dari puasa ramadan terhadap pasien dengan penyakit jantung yang stabil, dan menyimpulkan bahwa mereka dapat menjalankan puasa dengan aman.2,3Jika pada pasien penyakit jantung yang stabil dinilai aman untuk menjalani puasa, namun pada pasien dengan angina tidak stabil, infark miokard yang baru, hipertensi tidak terkontrol, gagal jantung dekompensasi, serta tindakan pembedahan yang baru, pasien disarankan untuk tidak berpuasa.4

Pada pasien dengan hipertensi atau tekanan darah tinggi, penelitian Ural dkk, 2008 menunjukkan variasi tekanan darah yang minimal saat pasien menjalani puasa Ramadan dan setelah masa puasa. Variasi ini juga dapat disebabkan karena perubahan aktivitas pola tidur dan pola makan pasien tersebut saat masa puasa. Dengan demikian pasien dengan hipertensi terkontrol dapat menjalankan masa puasa dengan aman asalkan kepatuhan konsumsi obat tetap dijaga.5

Sebuah penelitian lain oleh Abazid dkk, tahun  2018, melakukan studi observasional secara prospektif pada 249 pasien rawat jalan untuk melihat efek atau pengaruh puasa Ramadan terhadap gejala pada pasien gagal jantung kronik dengan fraksi ejeksi <40%. Hasil penelitian ini menunjukkan selama Ramadhan, 92% pasien tetap stabil dan tidak mengalami gejala perburukan gagal jantung. Sedangkan pada 8% pasien menunjukkan perburukan gejala gagal jantung, dalam hal ini nilai rata-rata klasifikasi fungsional gagal jantung berdasarkan New York Heart Assosiation (NYHA) sebelum dan sesudah Ramadan terdapat perubahan yang signifikan (1.46±0.7 vs 3.22±0.55 (p<0.0001). Dalam analisis lebih lanjut, pada pasien yang mengalami perburukan tersebut, ditemukan kurangnya kepatuhan yang signifikan baik dalam penggunaan obat rutin serta  restriksi cairan dan intake garam.6 Dalam sebuah  press release dari European Society of Cardiology (ESC) , dr. Abazid menyatakan bahwa ketidakpatuhan pasien terhadap pembatasan cairan dan garam disebabkan karena meningkatnya sosialisasi saat Ramadan, di mana pasien minum cairan dalam jumlah banyak dan konsumsi makanan dengan kadar garam normal atau tinggi yang disajikan saat mereka mengunjungi keluarganya. Dr Abazid juga menjelaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap konsumsi obat disebabkan karena beberapa pasien menghentikan konsumsi obat diuretik karena khawatir akan kehausan saat menjalani puasa. Selain itu beberapa pasien yang mendapat obat rutin dua kali sehari mengubah jadwal konsumsi obat menjadi satu kali sehari saja atau konsumsi dua dosis sekaligus pada satu waktu.7 Dengan demikian disimpulkan bahwa pasien dengan gagal jantung kronik dengan fraksi ejeksi <40% dinilai aman untuk menjalani puasa Ramadan. Dan disarankan pada pasien-pasien dengan gagal jantung kronik untuk tetap patuh pada pembatasan cairan dan garam serta jadwal konsumsi obat-obatan rutin yang sudah ditentukan sebelumnya. Jika memungkinkan disarankan untuk melakukan konsultasi dengan dokter sebelum menjalani ibadah puasa, terutama mengenai jadwal minum obat. Sehingga jika memungkinkan pasien bisa diberikan obat dengan dosis satu kali sehari yang bisa diminum saat buka puasa.7

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berpuasa selama bulan Ramadan aman bagi penderita penyakit jantung yang stabil. Penderita penyakit jantung hendaknya melakukan konsultasi dengan dokter 1-2 bulan sebelum menjalani puasauntuk penyesuaian dosis obat-obatan rutin jika diperlukan. Selain penyesuaian dosis obat, penderita penyakit jantung juga hendaknya tetap mematuhi anjuran asupan nutrisi dan cairan yang sudah direkomendasikan oleh dokter. Tentunya penyesuaian dosis obat dan anjuran nutrisi yang diberikan akan berbeda-beda untuk masing-masing orang dengan penyakit jantung yang berbeda. Patuhi anjuran dokter dan selamat menyongsong bulan suci Ramadan.

 

Referensi :

  1. Salim I, Suwaidi JA, Ghadban W, Alkilani H, Salam MA. Impact of religious Ramadan fasting on cardiovascular disease: a systematic review of the literature. Current Medical Research and Opinion. 2013;29:343-54.
  2. Suwaidi JA, Zubaid M, Al-Mahmeed WA, Al-Rashdan I, Amin H, Bener A, et al. Impact of fasting in Ramadhan in patients with cardiac disease. Saudi Med J. 2005; 26: 1579-83.
  3. Chamsi-Pasha H, Ahmed WH. The effect of fasting in Ramadan on patients with heart disease. Saudi Med J. 2004;25:47-51
  4. Chamsi-Pasha M, Chamsi Pasha H. The cardiac patient in Ramadan. Avicenna J Med. 2016; 6:33-38.
  5. Ural E, Kozdag G, Kilic T, Ural D, Sahin T, Celebi O, et al. The effect of Ramadan fasting on ambulatory blood pressure in hypertensive patients using combination drug therapy. Journal of Human Hypertension.2008; 22: 208–210.
  6. Abazid RM, Khalaf HH, Sakr HI, Altorbak NA, Alenzi HS, Awad ZM. Effect of Ramadan fasting on the symptoms of chronic heart failure. Saudi Med J. 2018;39:395-400.
  7. ESC press release. Ramadan fasting can be safe for patients with heart failure. ESC press office 2018. Diunduh dari https://www.escardio.org/The-ESC/Press-Office/Press-releases/Ramadan-fasting-can-be-safe-for-patients-with-heart-failure