White Coat Hypertension = Aman atau Alarm?
Penulis: dr. Giovano Fanheis Devara Pattiasina
White Coat Hypertension atau Hipertensi Jas Putih adalah suatu istilah yang dipakai untuk menggambarkan kondisi peningkatan tekanan darah ketika pasien diperiksa oleh dokter di RS/Poliklinik namun saat dirumah tekanan darahnya dalam batas normal tanpa pemakaian obat-obatan anti hipertensi. Isitlah ini pertama kali disebutkan pada tahun 1983 oleh Guiseppe Mancia. Menurut European Society of Hypertension pada tahun 2013, dikatakan bahwa seseorang dianggap mengalami White Coat Hypertension ketika memiliki tekanan darah 140/90 atau lebih saat berada di RS/pemeriksaan dokter disertai tekanan darah rata-rata <135/85 ketika diukur diluar RS/pemeriksaan dokter.
Dalam sebuah studi yang bernama ARTEMIS disebutkan bahwa dari 14.143 subjek yang berasal dari 27 negara di 5 benua (Eropa 73%,Afrika 3%,Amerika 9%,Asia 14% dan Australia 2%), didapatkan data bahwa sebanyak 23% merupakan subjek yang memenuhi kriteria White Coat Hypertension. White Coat Hypertension juga disebutkan lebih banyak muncul pada wanita,orang dengan obesitas, dewasa tua.
Dalam sebuah studi yang bernama PAMELA pada tahun 2009, dari 1421 subjek,terdapat 225 subjek yang disebutkan memenuhi klasifikasi White Coat Hypertension, kemudia dalam 10 tahun dievaluasi kembali dan didapatkan 95 subjek (42,6%) berprogres menjadi Sustained Hypertension. Hasil yang mirip juga terjadi pada studi Ohasama di Jepang, dimana dalam pemantauan selama 8 tahun didapatkan hasil sebanyak 46,9% subjek yang memenuhi klasifikasi sebagai White Coat Hypertension kemudian berprogres menjadi Sustained Hypertension atau hipertensi yang menetap. Beberapa ahli berpendapat bahwa White Coat Hypertension sebagai fase “pre-hypertensive” atau “intermediate state” antara tekanan darah normal dan Hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa White Coat Hypertension merupakan salah satu alarm bagi kita untuk waspada akan hipertensi yang menetap di kemudian hari dan harus memulai mengubah pola dan gaya hidup.
White Coat Hypertension dikaitkan dengan orang-orang yang memiliki resiko pengidap penyakit jantung, antara lain orang dengan obesitas, perokok, tingkat kolesterol yang tinggi, dan kadar gula darah yang tinggi.Disebutkan dalam studi PAMELA bahwa pasien dengan White Coat Hypertension akan mengalami peningkatan kadar gula darah dan atau mengalami penyakit diabetes dalam 10 tahun. Salah satu penyebab yang juga sering disebutkan adalah kecemasan dan stress. Didalam beberapa studi dikatakan bahwa orang yang memiliki tingkat kecemasan tinggi berpotensi mengalami white coat hypetension. Seperti yang diketahui bahwa stress dan kecemasan akan mempengaruhi system hormon dan saraf untuk meningkatkan tekanan darah.
Dalam proses mendiagnosa pasien dengan White Coat Hypertension perlu adanya pemeriksaan yang teliti dan berkala. Nah salah satu modalitas yang dapat dipakai untuk memantau tekanan darah kita selama 24 jam adalah dengan menggunakan metode Ambulatory Blood Pressure Monitoring. Dengan metode ini,tekanan darah pasien dapat terpantau secara berkala dalam 24 jam, untuk kemudian dibandingkan dengan tekanan darah pasien ketika berada di RS/ketika bertemu dokter.Alat yang dipakai dalam metode ini berupa monitor kecil dengan sebuah manset yang dapat dipakai pada lengan pasien tanpa menimbulkan ketidaknyamanan.
Dalam penatalaksanaan pasien dengan White Coat Hypertension, maka akan dilakukan stratifikasi resiko dengan mempertimbangkan faktor - faktor resiko apa saja yang dimilik pasien tersebut serta penyakit lain/komorbid yang dialami oleh pasien. Dari stratifikasi tersebut maka penatalaksanaannya akan terbagi White Coat Hypertension dengan resiko rendah dan White coat Hypertension dengan resiko tinggi. Pada pasien White Coat Hypertension dengan resiko rendah, maka penatalaksanaa cukup dengan merubah pola dan gaya hidup, misalnya dengan memperbanyak aktivitas fisik, mengurangi berat badan,mengurangi makanan berlemak, mengurangi garam dan berhenti merokok. Namun pada pasien White Coat Hypertension dengan resiko tinggi maka akan ada kemungkinan pemberian obat-obatan selain perubahan gaya dan pola hidup seperti yang sudah disebutkan diatas.
Jadi apabila anda atau kerabat anda mengalami gejala peningkatan tekanan darah saat pemeriksaan di dokter, namun selama ini merasa memiliki tekanan darah normal, maka tidak ada salahnya untuk berkonsultasi lebih dalam mengenai gejala yang anda miliki dengan Dokter Jantung anda, dan pemeriksaan Ambulatory Blood Pressure Monitoring akan membantu untuk menegakkan diagnosis terkait kondisi tersebut. Mari selalu waspada, karena tubuh selalu akan memberikan alarm tentang kondisi kesehatan kita.
Sumber :
Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, Redón J, Zanchetti A, Böhm M, Christiaens T, Cifkova R, De Backer G, Dominiczak A, Galderisi M, Grobbee DE, Jaarsma T, Kirchhof P, Kjeldsen SE, Laurent S, Manolis AJ, Nilsson PM, Ruilope LM, Schmieder RE, Sirnes PA, Sleight P, Viigimaa M, Waeber B, Zannad F; Task Force Members. 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension: the Task Force for the management of arterial hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). J Hypertens. 2013 Jul;31(7):1281-357.
Mancia G, Facchetti R, Grassi G, Bombelli M. Adverse prognostic value of persistent office blood pressure elevation in white coat hypertension. Hypertension. 2015 Aug;66(2):437-44.
Mancia G, Facchetti R, Bombelli M, Grassi G, Sega R. Long-term risk mortality, associated with selective and combined elevation in office, home, and ambulatory blood pressure. Hypertension. 2006 May;47(5):846-53.
Kario K, Thijs L, Staessen JA. Blood Pressure Measurement and Treatment Decisions: Masked and White-Coat Hypertension. Circ Res. 2019;124(7):990–1008.