Transplantasi Jantung: Masa Lalu, Kini, dan Masa Depan

Transplantasi Jantung: Masa Lalu, Kini, dan Masa Depan

Penulis: dr. Adhytya Pratama Ahmadi

 

Transplantasi jantung merupakan prosedur yang pada akhirnya merupakan pilihan pada penderita gagal jantung tahap akhir dimana terapi obat-obatan dan tidakan pemasangan alat pendukung lainnya tidak lagi dapat memperbaiki fungsi jantung. Sejarah mencatat tindakan transplantasi jantung dari manusia-ke-manusia pertama sukses dilakukan pada tanggal 3 Desember 1967 di Groote Schuur Hospital, sebuah rumah sakit di Afrika Selatan, oleh tim dokter yang diketuai oleh Dr. Christiaan Barnard. Transplantasi jantung tersebut dilakukan terhadap pria berusia 55 tahun yang mengidap gagal jantung berat yang disertai diabetes dengan donor jantung seorang perempuan berusia 25 tahun yang telah meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Meskipun pasien tersebut akhirnya meninggal dalam 18 hari kemudian, peristiwa tersebut menjadi sebuah era baru pada tata laksana penyakit jantung. Berikutnya tercatat prosedur transplantasi jantung  pertama di Amerika Serikat oleh Dr. Norman Shumway dan di benua Asia (Jepang) oleh Dr. Juro Wada pada tahun 1968.

Keputusan untuk melakukan transplantasi dilakukan dengan pendekatan yang sangat kompleks dan melibatkan tim medis serta fasilitas yang berdedikasi khusus. Secara garis besar, pertimbangan untuk melakukan transplantasi jantung mencakup pemilihan pasien yang tepat (indikasi tindakan yang tepat), kesanggupan resipien/penerima organ untuk menjalani perubahan gaya hidup (penggunaan obat-obatan untuk menekan sistem imun guna mencegah reaksi penolakan, dukungan sosial, dan lain-lain), serta tentunya kondisi organ tubuh atau penyakit lain yang kemungkinan dapat menurunkan manfaat dari transplantasi jantung (misalnya adanya kanker, infeksi berat, serta penyakit hipertensi paru yang berat). Dengan demikian, tindakan transplantasi jantung dapat benar-benar menjadi solusi dalam memelihara kehidupan dan  memperbaiki kualitas hidup pasien. Angka survival 1 tahun pasca transplantasi jantung saat ini sekitar 90% dengan nilai median tercatat mencapai 12,5 tahun. Salah satu faktor penting yang memegang peranan dalam kemajuan ini ialah efektivitas obat yang digunakan untuk menekan sistem imun agar tubuh pasien tidak mengalami reaksi penolakan terhadap organ donor. Deteksi dini reaksi penolakan ini merupakan area yang sedang dikembangkan dengan penggunaan Cardiac Magnetic Resonance Imaging (CMR) dibandingkan dengan pemeriksaan biopsy. Teknologi deteksi lainnya ialah dengan pemeriksaan asam deoksiribonukleat tipe khusus (dd-cfDNA) pada sampel darah dan urin.

Ketersediaan donor jantung mengalami stagnansi dibandingkan dengan jumlah resipien potensial. Tercatat sekitar 5.000 prosedur transplantasi jantung dilakukan di seluruh dunia, angka ini tidak sebanding dengan estimasi bahwa terdapat sekitar 50.000 orang yang merupakan kandidat penerima transplantasi jantung. Ketimpangan ini membuat penyedia layanan kesehatan harus melakukan evaluasi secara ketat kepada siapa yang mesti mendapatkan transplantasi jantung.

Permasalahan klasik terkait ketersediaan donor membuat para peneliti di bidang transplantasi jantung melakukan berbagai upaya yang kontroversial yakni xenotransplantasi (transplantasi organ dari donor ke resipien dengan spesies yang berbeda). Xenotransplantasi jantung babun ke manusia pertama kali dilakukan tahun 1984 di California, Amerika Serikat oleh Dr. Leonard Bailey yang hanya bertahan selama 12 hari. Awal tahun 2022, tepatnya pada 7 Januari di Amerika Serikat kembali dilakukan xenotransplantasi menggunakan jantung babi yang telah direkayasa secara genetik kepada resipien laki-laki berusia 57 tahun. Rekayasa genetik yang dilakukan berupa penghilangan tiga gen yang diketahui dapat memicu reaksi penolakan dan penambahan enam gen lainnya sehingga sistem organ resipien dapat menerima jantung donor. Meskipun saat ini keberhasilan hal tersebut masih dalam pengawasan ketat, para peneliti masih belum memiliki gambaran yang jelas mengenai berapa banyak modifikasi yang dibutuhkan.

 

Sumber Referensi:

·        Kim IC, Youn JC, Kobashigawa JA. The Past, Present and Future of Heart Transplantation. Korean Circ J. 2018;48(7):565-590. doi:10.4070/kcj.2018.0189

·       Eisen HJ. Patient Education: Heart Transplantation (Beyond The Basic) Up-To-Date [Internet]. 2021. [updated 2021 September 09, cited 2022 January 15]. Available from: https://www.uptodate.com/contents/heart-transplantation-beyond-the-basics#:~:text=More%20than%205000%20cardiac%20transplants,should%20receive%20a%20heart%20transplant.

·        McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. Eur Heart J. 2021 Sep 21;42(36):3599-3726. doi: 10.1093/eurheartj/ehab368.

·        Pierson RN 3rd, Fishman JA, Lewis GD, D'Alessandro DA, Connolly MR, Burdorf L, Madsen JC, Azimzadeh AM. Progress Toward Cardiac Xenotransplantation. Circulation. 2020 Oct 6;142(14):1389-1398. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.120.048186. Epub 2020 Oct 5. PMID: 33017208; PMCID: PMC7990044.

·        Reardon S. First pig-to-human heart transplant: what can scientists learn? Nature. 2022 Jan;601(7893):305-306. doi: 10.1038/d41586-022-00111-9. PMID: 35031782.       

S   Sumber Gambar: freepik.com