“Sleep Bruxism” dan Implikasinya terhadap Kardiovaskular

“Sleep Bruxism” dan Implikasinya terhadap Kardiovaskular

 

Penulis: Nicky AlexandraSleep bruxism (SB) merupakan kelainan tidur yang umum terjadi yang berkaitan dengan Gerakan repetitif dari otot mastikasi.  Kerentanan terhadap stress dan cemas didugas sebagai komponen dasar dari pathogenesis dari kejadian bruxism. Disfungsi dari sistem saraf autonomic berkaitan saat terjadi bruxism diduga menjadi penyebab implikasinya terhadap sistem kardiovaskular. Peningkatan resiko penyakit kardiovaskular sebelumnya di hubungkan dengan beberapa kondisi yang terjadi terkait tidur seperti obstructive sleep apnea (OSA) dan insomnia serta sleep bruxism.

Secara epidimiologi angka kejadian sleep bruxism mencapat 8-13 % dari populasi dewasa. Pada systematic review yang dilakukan oleh Zrabkowska et al menunjukan beberapa penemuan yang signifikan mengenai hubungan antara SB dengan gangguan sistem kardiovaskular seperti yang dikemukakan oleh nukazawa et al dimana pada penelitiannya menunjukan 2 hal. Yang pertama mereka menkonfirmasi bahwa hubungan antara sisten saraf autonomic terhadap kejadian SB sedangkan yang kedua aktivitas sistem simpatetik  berkorelasi dengan panjangnya durasi dari kejadian SB dimana sistem saraf parasimpatetik berkorelasi dengan aktivitas otot saat SB.

Pada penelitian merekam menunjukan sekitar 93.3 % dari kejadian SB memiliki pola yaitu adanya aktifasi sistem simpatetik yang terjadi pada bagian awal dari aktivitas SB dan diakhiri dengan adanya tonus parasimpatetik. Pada penelitian lain juga menunjukan bahwa adanya kenaikan tekanan darah yang terjadi  secara fluktuatif saat terjadinya aktivitas SB. Hipertensi juga menhadi faktor resiko independent untuk peningkatan bruxism episode index (BEI). Pada penelitian oleh Zrabkowska juga menunjukan bahwa variabilitas dari tekanan darah sistolik saat malam hari meningkat secara signifikan pada orang yang memiliki bruxism yang parah (BEI > /h) bila dibandingkan dengan BEI <4/jam. Pada SB juga terjadi peningkatan denyut nadi sebanyak 16.6 % dari rata-rata denyut nadi individu tersebut. Pada orang-orang dengan BEI yang lebih tinggi memiliki marker inflamasi  (C-reactive protein) yang lebih tinggi juga. Marker inflamasi yang tinggi sering dikaitkan dengan peningkatan resiko diabetes dan penyakit kardiovaskular. Peningkatan daru aktivitas simpatetik dapat dipikirkan sebagai dasar patomekanisme dalam kejadian SB yang dapat membuat meningkatnya resiko penyakit kardiovaskular.  Cardiac-autonomic activation dapat mempengaruhi jalur kortikal dan memicu microarousal dan meningkatkan denyut jantung.                           

 

Namun sistematik review ini memiliki beberapa kekurangan seperti kualitas penelitian yag ditinjau pada laporan sistematik review ini memiliki kualitas yang rendah sehingga rentan dengan bias. Sehingga perlu penelitian lebih lanjut agar menjadi data yang berguna untuk penanganan kardiovaskular kedepannya.