Saya didiagnosa Gagal Jantung: Akhir dari Segalanya?

Saya didiagnosa Gagal Jantung: Akhir dari Segalanya?

 

Penulis: dr. Evan Hindoro

 

Kita tentu sering mendengar celetukan ringan dari pembicaraan antar pasien saat mengantri di poliklinik jantung. “saya dibilang sama dokter A, sakit jantung koroner”, “kemarin dokter B bilang katup jantung saya bocor”, “ternyata setelah dijelaskan dokter, suami saya didiagnosa gagal jantung”. Tak jarang, kita mendengar sharing antar pasien dan keluarga tentang bagaimana mereka hidup berdampingan dengan penyakitnya. Berbagai respon yang dapat kita dengar, ada yang cenderung depresif namun, sebaliknya ada keluarga yang mendukung satu dengan lainnya.

Gagal Jantung adalah sebuah keadaan dimana ketidakmampuan organ jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk oksigen. Keadaan tersebut menimbulkan sejumlah gejala dan tanda pada pasien, antara lain:

Sesak nafas saat aktivitas fisik/olahraga, saat berbaring, saat malam hari

Mudah Lelah

Kaki bengkak

Batuk pada malam hari

Kehilangan nafsu makan

Berdebar – debar

Peningkatan berat badan (lebih dari 2 kg / minggu)

Perut membesar

Para pembaca tidak perlu khawatir karena anda tidak sendiri, diperkirakan sekitar 64,3 juta orang di dunia yang menderita gagal jantung pada tahun 2020. Faktanya, kejadian gagal jantung di Indonesia (5% dari total populasi) lebih tinggi dibandingkan di negara dari benua lain seperti Eropa dan Amerika (1-2% dari total populasi). Gagal jantung itu sendiri harus diidentifikasi lebih lanjut faktor risiko yang mendasarinya, faktor risiko tersering adalah darah tinggi dan penyakit jantung koroner (PJK), 2 keadaan yang dapat dicegah dan dikontrol dengan baik pada era pengobatan masa kini. Cara mencengah kedua faktor risiko tersebut yaitu dengan cara “CERDIK”: Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress.

Setelah mengetahui bahwa gagal jantung dapat dicegah lalu, apakah gagal jantung akhir dari segalanya? Tentu saja tidak, deteksi dan pengobatan dini akan memperbaiki kualitas hidup dan memperlambat progresivitas penyakit. Dewasa ini, banyak jenis pengobatan yang dapat diberikan kepada penderita gagal jantung dari:

Obat – obatan yang terbukti secara ilmiah (penghambat ACE / ARB / ARNI, penyekat beta, mineralo-kortikoid antagonis, penghambat SGLT-2 dan lainnya)

Device therapy (menggunakan alat CRT / ICD)

Tindakan intervensi (mitral clip / revaskularisasi)

Pemasangan LVAD

Rehabilitasi jantung

Transplantasi jantung

Dengan banyak modalitas terapi pada gagal jantung, kendatinya gagal jantung bukan akhir dari segalanya. Hidup dengan diagnosa gagal jantung bukan akhir segalanya dan bahkan sangat mungkin dijalankan dengan berbagai tip dan trik, sebagai berikut:

Dukungan dari keluarga dan komunitas secara emosional dan spiritual, agar menjalani pengobatan secara rutin, meningkatkan kepatuhan minum obat dan pemeriksaan berkala

Mampu mengatur pola minum / konsumsi garam

Pengaturan pola makan sesuai anjuran ahli gizi / dokter gizi

Aktivitas fisik sesuai anjuran dokter jantung anda

Berhenti merokok

Daftar diri anda untuk vaksin (influenza, pneumokokal dan COVID19)

Konsultasi diri anda kepada dokter kesehatan jiwa / psikolog bila, terjadi penurunan motivasi, kecemasan, ketakutan atau ketidakstabilan emosi

 

Referensi:

Siswanto BB, Radi B, Kalim H, Santoso A, Suryawan R, Erwinanto, et al. Heart Failure in NCVC Jakarta and 5 hospitals in Indonesia. CVD Prev Control Journal 2010;5(1):35–8.

Living with Heart Failure. National Health Service United Kingdom. Available [Internet]. Available in: https://www.nhs.uk/conditions/heart-failure/living-with/