Persiapan Psikologis Sebelum Operasi Jantung

Persiapan Psikologis Sebelum Operasi Jantung

 

Penulis: Palupi Maulia Andari, MPsi

 

Memiliki masalah atau penyakit jantung seringkali memunculkan problem psikologis pada penderitanya. Dalam sesi konseling psikologi, pasien menyampaikan betapa dunianya terasa runtuh, ketika mengetahui bahwa dirinya memiliki penyakit jantung. Pasien memahami bahwa penyakit jantung merupakan penyakit yang beresiko dan berujung pada kematian. Tidak hanya pasien, keluarga juga seringkali mengalami reaksi psikologis yang sama dengan pasien. Sebagian besar pasien jantung mengalami ketakutan, kecemasan, dan bahkan depresi.

Permasalahan psikologis tidak hanya berhenti tatkala diagnosis ditegakkan, namun berlanjut hingga pasien dinyatakan harus menjalani operasi jantung. Operasi jantung merupakan suatu tindakan medis untuk memperbaiki kondisi jantung yang bermasalah. Operasi jantung tergolong peristiwa hidup yang stresful karena diasosiasikan dengan adanya masalah fisik dan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan nyeri pasca operasi jantung 1. Oleh karenanya, diperlukan persiapan matang sebelum menjalani operasi ini.

Selain persiapan fisik dan medis, diperlukan pula persiapan psikologis sebelum operasi jantung dilakukan. Persiapan psikologis dilakukan untuk mengatasi problem psikologis menjelang operasi dan meminimalkan munculnya permasalahan psikologis setelah operasi. Banyak penelitian juga menyebutkan bahwa persiapan psikologis dapat mengurangi permasalahan fisik setelah operasi.

 Adapun persiapan psikologis yang dapat dilakukan sebelum operasi jantung diantaranya1:

 

1.    Mengumpulkan informasi dan edukasi

Informasi yang diperlukan pasien diantaranya informasi mengenai prosedur operasi serta kondisi fisik dan psikologis setelah operasi. Pasien harus memiliki informasi yang cukup mengenai apa yang dialami, apa yang akan dirasakan, serta apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi ini bisa didapatkan oleh pasien melalui buklet, video, atau diskusi langsung dengan tenaga kesehatan terkait.

Selain informasi di atas, diperlukan pula informasi mengenai persepsi dan stigma dari lingkungan pasien terhadap operasi jantung. Persepsi dan stigma yang kurang tepat mengenai operasi jantung dapat menurunkan keyakinan pasien terhadap operasi sehingga pada akhirnya memunculkan keraguan dan ketakutan pada pasien menjelang operasi.

 

2.    Meningkatkan dukungan psikososial

Dukungan sosial dari pasangan, keluarga, ataupun teman sangat diperlukan untuk mengurangi problem psikologis menjelang operasi. Kegiatan seperti doa bersama dapat dilakukan untuk memperkuat dan meningkatkan motivasi pasien untuk menjalani operasi.

 

3.    Meningkatkan dukungan emosional

Dukungan emosional dapat diberikan dengan menggali bagaimana perasaan pasien mengenai operasi, emosi-emosi yang terlibat seperti kecemasan dan ketakutan pasien. Perasaan-perasaan tersebut harus divalidasi dan diyakinkan bahwa semua itu merupakan perasaan-perasaan yang normal dalam situasi menjelang operasi. Namun demikian apabila pasien tidak berkenan atau kurang nyaman untuk menyatakan perasaannya maka tidak perlu untuk dilakukan.

 

4.    Meningkatkan ekspektasi terhadap hasil operasi

Keyakinan yang kuat terhadap keberhasilan operasi dapat mengurangi problem psikologis setelah operasi. Menurut penelitian, ekspektasi positif dapat mengurangi depresi dan meningkatkan kualitas hidup pasien pasca operas. Oleh karenanya penting sebelum opeprasi untuk mengetahui sejauh mana tingkat optimisme pasien. Memberikan informasi mengenai keberhasilan-keberhasilan operasi dapat dilakukan untuk meningkatkan optimisme pasien terhadap hasil operasi.

 

5.    Meningkatkan kontrol personal dan strategi mengelola masalah

Pasien perlu untuk mengetahui strategi-strategi untuk mengatasi permasalahan setelah operasi. Hal ini dilakukan agar pasien dapat memiliki kontrol diri yang adekuat. Stoltz2 dalam teoriadversity quotient (AQ) menyatakan bahwa kontrol berkaitan dengan seberapa besar individu mampu untuk mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Dengan demikian, pasien yang memiliki kontrol diri yang tinggi akan lebih mudah mengatasi permasalahan-permasalahan setelah operasi. Sebaliknya pasien yang memiliki kontrol diri yang rendah cenderung jatuh dalam kondisi ketidakberdayaan.

 

 

Referensi:

1. Salzmann, et at. 2020. Psychological Preparation for Cardiac Surgery. Article in Current Cardiology Reports.

2. Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Jadi Peluang. Jakarta