Penyakit Jantung Bawaan (Tipe Nonsianotik)

Penyakit Jantung Bawaan (Tipe Nonsianotik)

dr. Try Wijayanthie

 

Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktural jantung dan pembuluh darah besar yang dibawa sejak lahir yang mengakibatkan kelainan fungsi jantung. Kelainan ini terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan pembentukan dan perkembangan jantung dan pembuluh darah besar pada fase awal kehidupan janin.1 Secara umum dapat ditoleransi dengan baik sebelum lahir karena fetus mendapatkan darah melalui ductus arteriosus dan foramen ovale, yang mengizinkan bypass sebagian besar defek. Namun segera setelah lahir ketika sirkulasi neonatus terpisah dari sirkulasi maternal, maka gejala penyakit jantung kongenital  muncul.2 Dari survei epidemiologi PJB dari berbagai negara dilaporkan angka kejadiannya bervariasi sekitar 8 bayi per kelahiran hidup yang meningkat dengan kemampuan diagnosis yang lebih baik.4,5

Ada dua tipe dari penyakit jantung kongenital yaitu tipe sianotik dan tipe nonsianotik.2 Lesi non sianotik terdiri dari stenosis vascular dan intracardiak, regurgitasi valvular dan defek yang mengakibatkan adanya shunt darah dari kiri ke kanan. Adanya shunt darah dari kiri ke kanan yang besar pada atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar akan mengakibatkan volume dan tekanan arteri pulmonary meningkat sehingga terjadi hipertrofi arteri pulmoner. Adanya hipertrofi arteri pulmoner akan mengakibatkan resistensi dari aliran darah meningkat, sehingga arah dari shunt akan berubah dari kanan ke kiri dan ini mengakibatkan hipoksemia dan sianosis. Penyakit vascular paru sebagai akibat dari adanya shunt dari kiri ke kanan yang terjadi secara kronik, kita kenal dengan istilah Eisenmenger syndrome.2

Ada bererapa jenis lesi non sianotik yaitu Atrial septal defek, Ventrikel septal defek, Paten ductus arteriosus, Congenital aortic stenosis, dan Pulmonik stenosis.2 Atrial septal defek adalah kelainan lubang pada septum interatrial yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin. Kelainan ini ditemuka npada 8-10 % anak dengan PJB. Insidennya sekitar 56 bayi per 100.000 kelahiran hidup.3,4

Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 4 tipe yaitu :

(1).  ASD Sekundum, bila lubang terletak pada daerah fosaovalis,

(2). ASD Primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, yang termasuk salah satu bentuk Atrio Venticular Septal Defect (AVSD),

(3). Sinus Venosus Defect (SVD) bila lubang terletak di daerah sinus venosus dekat muara vena kava superior atau interior, dan

(4). Coronary Sinus Defect (CSD) bila dinding pemisah sinus koronarius dengan atrium kiritidakada.3

 

Sebagian besar bayi dengan ASD adalah asimptomatik kondisi ini bisa terdeteksi dengan adanya mur-mur pada pemeriksaan fisik rutin pada saat anak-anak atau dewasa. Jika simptomatik biasanya terjadi dyspnea saat exercise, lelah dan sering terjad iinfeksi saluran pernafasan bagian bawah, stamina yang menurun dan jantung berdebar-debar.2

Pada pemeriksaan fisik terdapat suara jantung kedua yang diperlebar dan fixed splitting pattern, selain itu terdapat sistolik murmur pada batas jantung kiri bagian atas dikarenakan aliran darah yang meningkat melalui katup pulmonal. Pada rontgen toraks, jantung biasanya membesar karena dilatasi ventrikel kanan dan atrium kanan. Pada pemeriksaan EKG terdapat hipertopik ventrikel kanan dan pembesar atrium kanan dan RBBB yang komplit atau tidak komplit. Pada Echocardiography ASD dapat divisualisasikan secara langsung atau adanya trans atrial shunt yang dilihat dengan dopler.

Terapi ASD bisa dilakukan dengan pembedahan untuk mencegah gagal jantung atau penyakit pembuluh darah paru kronik. Pembedahan dilakukan dengan penutupan direct suture closure atau dengan pericardial on synthetic patch.

Kelainan kedua adalah Ventrikal Septal Defect (VSD), yaitu kelainan lubang pada septum interventricular yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventricular semasa janin. VSD menempati urutan terbanyak dari seluruh jenis PJB yaitu 20-30% dengan prevalensi sekitar 283 bayi per 100.000 kelahiran hidup.4 Pasien dengan VSD yang kecil biasanya tetap asimptomatik, sebaliknya 10% bayi VSD dengan defect yang besar akan muncul tanda-tanda gaga ljantung.

Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan murmur holosistolik yang terdengar pada batas sternum kiri. Murmur holosistolik akan berkembang karen agradien tekanan yang melalui defek menurun. Pada pasien ini akan timbul sianosis, suara penutupan katup pulmonal yang keras. Pada rotgen akan terdapat kardiomegali dan komponen pulmonal menonjol, pada EKG akan terlihat pembesaran atrium kiri dan hipertropi ventrikel kiri, sedangkan hipertropi ventrikel kanan akan berkembang jika ada penyakit pembuluh darah paru.2

Sedangkan hipertropi ventrikel kanan muncul jika penyakit pembuluh paru sudah berkembang. Echocardiography dengan dopler dapat menentukan lokasi VSD, arahnya, dan besarnya shunt dan bisa mengestimasikan tekanan sistolik vetrikel kanan. Pengobatan VSD adalah dengan koreksi pembedahan, direkomendasikan pada beberapa bulan pertama kehidupan. Pada anak-anak gagal jantung dan hipertensi pembuluh darah paru.

Tipelesi non sianotik yang ketiga adalah PDA (Patent Ductus Arteriosus), yaitu ductus arteriosus yang tidak menutup segera saat bayi lahir sehingga terdapat hubungan antara aorta dan arteri pulmoner. Secara fungsional ductus arteriosus akan menutup dalam waktu 10-15 jam setelah lahir dan secara anatomi pada usia 2 sampai 3 minggu.  Pada bayi cukup bulan kadang ada yang baru menutup pada usia 3 bulan. Ditemukan pada 5-10% dari seluruh PJB dengan prevalensi sekitar 57 per 100.000 kelahiran hidup.4

Proses penutupan PDA ini terjadi karena vasokonstriksi duktus akibat kadar oksigen meningkat pada saat paru mengembang dan menurunnya kadar PGE2 yang bersumber dari plasenta. Kejadian tidak menutup lebih besar pada bayi premature karena selain kadar PGE2 masih tinggi juga otot polos ductus yang belum terbentuk sempurna sehingga responskonstriksi terhadap oksigen sering tidak efektif. Umumnya dapat menutup spontan dengan pemberian ventilasi dan oksigen yang adekuat.7 Anak-anak dengan PDA yang kecil biasanya simptomatik, dan temuan pemeriksaan fisik yang sering adalah continuous, machine like murmur. Untuk pengobatan, penghambat sintesis prostaglandin yaitu indometasin dapat diberikan untuk menutup ductus.

 

Referensi :

Roebiono PS. Buku ajar kardiovaskular. Jilid II. Jakarta: Sagung Seto; 2017.513-24

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. Sixth edition. Harvard: Wolters Kluwer; 2011.382-8

Hoffman JIE and Kaplan S. The incidence of congenital heart disease. J Am CollCardiol, 2002;39;1890-900

Harimurti GM, Roebiono PS, Rilantono LI, Suhardiman and Wahab S, Congenitally malformed hearts in newborn infants in several hospital in Indonesia. Paper presented at: Asian Congress of Cardiology; 1997; Jakarta

Van der Linde D, Konings EE, Slager MA, Witsenburg M, Helbing WA, Takkenberg JJ and Roos-Hesselink JW. Birth prevalence of congenital heart disease worldwide: a systematic review and meta-analysis. J Am CollCardiol. 2011;58:2241-7