Penyakit Jantung Bawaan: Sebuah Vonis Mati dari Lahir?

Penyakit Jantung Bawaan: Sebuah Vonis Mati dari Lahir?

 

Oleh : dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) 

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan suatu penyakit dimana jantung mengalami kelainan sejak penderita dilahirkan. Struktur jantung yang cukup kompleks, menyebabkan kelainan yang terjadi pada PJB dapat dalam berbagai bentuk. Gejala, tingkat keparahan, dan angka kematian yang terjadi pun beragam. Rumitnya PJB ini menyebabkan berbagai asumsi yang muncul bahwa pengidap PJB tidak akan bertahan hidup lama sejak dilahirkan dengan keadaan jantung yang dialaminya.

 Lalu bagaimana dengan yang sebenarnya terjadi? Tentunya PJB bukan merupakan suatu penyakit yang dengan segera mudah ditangani, diperlukan berbagai pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan hasil kesembuhan yang optimal pada penderita PJB. Namun, penderita PJB bukan berarti memiliki vonis mati segera dalam hidupnya ataupun tidak bisa memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seperti anak-anak tanpa penderita PJB. Kesuksesan dalam penanganan PJB bergantung pada kerumitan kasus PJB seperti apa yang dialami oleh penderita, seberapa cepat penanganan yang dilakukan, dan telah sejauh mana perburukan yang terjadi ketika akhirnya pasien bertemu dengan dokter untuk mendapat tatalaksana. Penatalaksanaan PJB dengan segera tentunya memberikan hasil yang jauh lebih baik dibandingkan PJB tanpa tatalaksana ataupun PJB dengan tatalaksana yang terlambat.

 Dengan berbagai kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, penatalaksanaan PJB pun mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik dari hari ke hari. Tindakan penanganan PJB dimana awalnya merupakan tindakan surgical (bedah), saat ini menjadi diusahakan untuk menjadi tindakan yang less invasive, yaitu kateterisasi. Kateterisasi jantung merupakan tindakan dengan cara memasukkan kateter ke jantung melalui berbagai akses pembuluh darah, baik yang terdapat pada paha maupun leher, untuk tujuan diagnostik maupun intervensi. Kateterisasi menjadikan penanganan PJB menjadi semakin lebih mudah, maju, dan memberikan harapan hidup lebih besar pada penderita PJB. Kateterisasi sendiri mengalami kemajuan setiap harinya menjadi semakin canggih dalam penanganan PJB, sehingga semakin banyak kasus PJB yang dapat dilakukan penanganan dengan kateterisasi. Penanganan PJB tanpa operasi ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu mengurangi kebutuhan akan ruang operasi, menghindari kehilangan darah yang lebih besar, serta tidak adanya bekas luka operasi di dada.  

Beberapa kasus penanganan PJB dengan kateterisasi yang cukup sering dilakukan diantaranya adalah PDA (patent ductus arteriosus), VSD (Ventricular Septal Defect), ASD (Atrial Septal Defect) atau sering dikenal sebagai “jantung bocor”. Penanganan dengan kateterisasi yang dilakukan berupa penutupan dengan device, menjadikan tindakan ni jauh lebih efisien, membutuhkan waktu yang lebih cepat, serta mengurangi kesakitan pada pasien dan kecemasan pada orang tua pasien dibandingkan pasien ditangani dengan pembedahan. Pada tindakan penutupan dengan device ini, device yang digunakan untuk menutup “kebocoran jantung” tersebut dimasukkan melalui kateter dari pembuluh darah dari paha menyusuri hingga ke jantung, dan kemudian device dipasang sempurna, yang steelahnya kateter dikeluarkan. Meskipun pada ketiga kasus PJB di atas tidak serta merta menyebabkan pasien dalam keadaan kritis, namun apabila kelainan PJB ini tidak segera tertangani, akan menimbulkan gangguan pada anak berupa gagal tumbuh kembang, sering mengalami infeksi saluran pernapasan, yang jika berlanjut akan menimbulkan berbagai komplikasi dan meningkatkan risiko kematian.

Kasus PJB lainnya yang berupa emergency dan dapat segera ditangani dengan tindakan kateterisasi diantaranya adalah PDA stenting, Balloon Pulmonary Valvuloplasty (BPV), Balloon Atrial Septostomy (BAS) dan Right Ventricular Outflow Tract Stenting (RVOT stenting). Tindakan-tindakan ini menjadikan penanganan pertama pada keadaan kritis yang dialami pasien menjadi cepat tertolong tanpa perlu prosedur operasi yang panjang.

Sejauh ini, kateterisasi memang belum mampu untuk menangani keseluruhan kasus PJB yang ada, namun perkembangan kateterisasi yang semakin maju bukan berarti jika di masa yang akan datang akan semakin banyak kasus yang dapat ditangani tanpa perlu pembedahan. Tindakan kateterisasi saat ini juga telah memunculkan terobosan baru “zero fluoroscopy” yaitu tindakan kateterisasi tanpa menggunakan radiasi sama sekali sehingga menurunkan efek radiasi baik yang diterima oleh pasien maupun operator tindakan sendiri.

Dengan semakin majunya teknik kateterisasi ini, maka apa yang harus kita perhatikan? Tentu saja deteksi dini dan pencegahan. Deteksi dini pada pasien PJB akan sangat membantu dalam menentukan tatalaksana yang akan diberikan, menghindari berbagai komplikasi yang dapat terjadi, serta menurunkan kemungkinan pasien untuk ditatalaksana dengan pembedahan. Hal ini dikarekanan semakin kompleks dan rumitnya kelainan yang dialami pasien, semakin meningkat pula peluang pasien untuk tidak dapat ditangani secara kateterisasi, dan harus menjalani tatalaksana dengan pembedahan.

Deteksi dini dan pencegahan seperti yang dapat kita lakukan pada PJB adalah dengan mengetahui gejala-gejala dari PJB, yaitu dapat berupa difficulty feeding (menyusu terputus-putus), anak sering mengalami demam dan infeksi saluran pernapasan, berat badan sulit anak sulit naik, anak terlihat biru terutama jika sedang menangis atau beraktivitas, sesak, dan anak sering memposisikan diri dalam keadaan “jongkok” jika kelelahan. Segera periksakan anak anda ke pusat pelayanan kesehatan jika mengalami beberapa keluhan tersebut.  Meskipun sebagian besar PJB tidak diketahui penyebabnya, namun usaha pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan konseling pra nikah. Pada konseling pra nikah ini akan dibahas berbagai faktor risiko yang berkemungkinan memiliki peran dalam kejadian PJB dan usaha untuk memodifikasinya. Beberapa faktor risiko yang diperkirakan berpengaruh terhadap PJB diantaranya adalah usia kehamilan, konsumsi alkohol, rokok, konsumsi obat-obatan selama kehamilan, dan infeksi selama kehamilan.

Kesimpulan yang dapat kita ketahui dari artikel ini adalah bahwa penderita PJB pada era sekarang dapat memiliki angka kesembuhan yang lebih tinggi serta memiliki kesempatan untuk dapat tumbuh dan berkembang seperti anak-anak pada umumnya jika dilakukan penanganan dengan cepat dan tepat. Selain itu, bidang medis yang lebih maju menjadikan penanganan PJB menjadi less invasive, dengan semakin banyak kasus yang dapat ditangani melalui kateterisasi, meskipun penanganan secara bedah belum bisa ditinggalkan sepenuhnya.