Penyakit Jantung Bawaan di Era Pandemi: Bagaimana Kita Harus Beradaptasi?
Oleh : dr. Radityo Prakoso, SpJP(K)
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan bawaan pada struktur ataupun fungsi jantung yang telah didapat sejak di dalam kandungan. Dengan prevalensi global berkisar 0.8 – 1.2% dari seluruh kelahiran hidup, PJB menjadi penyakit bawaan yang paling sering ditemui dibandingkan kelainan bawaan lainnya. Pada tahun 2017, sekitar 17,9 dari 1000 bayi lahir hidup di dunia memiliki PJB, dengan jenis tersering berupa defek septum ventrikel dan defek septum atrium. Insidensi PJB global dari tahun ke tahun berkisar stabil. Di Indonesia, diperkirakan insidensi PJB mencapai 9 dari 1000 kelahiran hidup setiap tahunnya.
Pasien dengan penyakit jantung bawaan tentunya membutuhkan pemantauan teratur. Pandemi Covid-19 yang telah menghantui dunia sejak Maret 2020 menjadi tantangan tersendiri bagi pasien dengan penyakit jantung bawaan. Selain karena sumberdaya kesehatan yang banyak teralihkan untuk mengatasi pasien terkonfirmasi Covid-19, komorbiditas jantung sejak awal diidentifikasi sebagai penyakit penyerta yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Meskipun anak-anak tercatat memiliki angka mortalitas akibat Covid-19 yang relatif lebih rendah, bagaimana komorbid PJB yang dimiliki akan mempengaruhi keparahan infeksi covid pada kelompok ini masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa studi terbaru mengindikasikan bahwa meskipun infeksi Covid-19 lebih jarang ditemui pada anak – pun bila ditemui cenderung dengan gejala yang ringan – risiko keterlibatan jantung dapat ditemui terutama pada pasien dengan penyakit jantung bawaan.
Apa yang harus diwaspadai?
Semakin kompleks penyakit jantung bawaan yang dimiliki, semakin tinggi risiko keparahan infeksi covid yang diderita. Beberapa pasien dengan jenis PJB tertentu, karena sifatnya yang sudah mengganggu fungsi paru, berpotensi lebih tinggi mendapatkan covid-19 yang lebih parah. Misalnya, pada pasien PJB biru dengan saturasi oksigen < 85%. Bila terinfeksi covid-19, pasien pada kelompok ini berisiko menjadi lebih biru akibat desaturasi lebih jauh di aliran darah, bahkan berisiko memerlukan bantuan alat bantu nafas. Selain itu, pasien PJB yang berisiko tinggi lain diantaranya pasien yang telah menjalani operasi Fontan, pasien dengan kardiomiopati, hipertensi paru, dan bayi dengan PJB kompleks yang belum ditangani.
Bagaimana kiat kontrol bulanan yang baik bagi anak dengan PJB?
Salah satu upaya pencegahan Covid-19 yang paling digalakkan adalah konsep physical distancing atau menjaga jarak serta menjauhi keramaian. Kondisi rumah sakit yang cukup padat tentunya akan menyulitkan pasien untuk menjaga jarak yang cukup dengan pasien lain. Oleh karena itu, untuk konsumsi obat-obatan rutin dapat dilanjutkan sendiri dari rumah. Selain itu, orang tua atau pengasuh anak perlu memahami beberapa kegawatdaruratan jantung yang dapat dialami oleh pasien dengan PJB agar tahu kapan harus membawa anak ke instalasi gawat darurat. Kegawatan tersebut diantaranya anak dengan kebiruan yang tampak semakin biru, anak rewel dan tidak dapat ditenangkan, sesak nafas hingga terlihat tarikan dada ke dalam, dan keluhan berdebar-debar. Bila ke rumah sakit menjadi pilihan, protokol kesehatan tentunya menjadi prioritas untuk menunjang kunjungan yang aman baik bagi pasien sendiri maupun bagi tenaga lainnya di rumah sakit. Untuk kontrol rutin pada kasus-kasus tanpa kegawatdaruratan, fasilitas telemedicine, bila tersedia, dapat dimanfaatkan.
Dapatkan tindakan intervensi dilakukan di masa pandemi?
Perkembangan bidang kardiologi intervensi pediatri pada beberapa dekade terakhir memungkinkan penderita PJB dengan kondisi tertentu untuk dapat diobati secara transkateter alih-alih pembedahan. Dengan metode ini, lama prosedur pengerjaan dan masa perawatan dapat menjadi lebih singkat. Selain itu, metode ini memiliki risiko yang lebih rendah dan biaya yang lebih murah. Prosedur intervensi di masa pandemi, meskipun bukan tanpa risiko, tetap dapat dilakukan dengan memperhatikan prosedur yang diberlakukan. Uji swab – PCR sebelum tindakan, intubasi di dalam aeorosol box, dan tindakan yang dipimpin langsung kardiologis berpengalaman dapat meningkatkan keamanan dan mencegah penularan Covid-19 selama tindakan di masa pandemi. Keputusan untuk melakukan tindakan tentunya harus dibuat dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian tindakan, mengingat risiko komplikasi yang harus dihadapi pasien apabila penundaan tindakan akibat pandemi berlangsung terlalu lama.
1. Alsaied T, Aboulhosn JA, Cotts TB, Daniels CJ, Etheridge SP, Feltes TF, et al. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic implications in pediatric and adult congenital heart disease. Journal of the American Heart Association. 2020;9(12).
2. Giordano R, Cantinotti M. Congenital heart disease in the era of COVID-19 pandemic. Gen Thor Card Surg. 2020.