Penanganan Sesak Nafas Pada Penderita Gagal Jantung
Oleh : Ns. Osty Histry Kapahang, S.Kep.
Penyakit gagal jantung merupakan salah satu penyakit yang paling banyak menghabiskan dana pada perawatan di fasilitas pemberi layanan kesehatan. Diperkirakan sekitar 26 juta penduduk di dunia dan 2% populasi dewasa pada negara berkembang mempunyai penyakit gagal jantung akut/tiba-tiba dan kebanyakan datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas (Chouihed, T. et al., 2016).
Keluhan sesak nafas saat beraktivitas pada penderita gagal jantung akan semakin memberat seiring dengan perkembangan penyakit yang semakin memburuk, hal ini akan menggangu fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Intoleransi terhadap aktivitas pada penderita gagal jantung disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh dalam memenuhi kebutuhan metabolik, misalnya untuk pergerakan otot sehingga menyebabkan kelelahan. Kebanyakan para penderita akan merasa sesak nafas dan cepat lelah sehingga menyebabkan mereka tidak lagi beraktivitas (Dube, B., Agostoni, P., Laveneziana, P., 2016).
Sekarsari, R., Suryani, A., (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sesak nafas pada penderita gagal jantung akan membatasi kegiatan hidup sehari-hari / Activity of Daily Living (ADL), keterbatasan tersebut diukur dengan menggunakan parameter dari perkembangan penyakit dan respon terhadap penyakit. Akibatnya dari segi ekonomi adalah berkurangnya pendapatan dan bertambahnya biaya pengobatan, secara sosial penderita akan membutuhkan bantuan orang disekitarnya dalam melakukan aktifitas fisik.
Sesak nafas pada penderita gagal jantung disebabkan oleh kongesti paru atau penumpukan cairan pada rongga interstisial dan alveoli paru (kantung tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida). Cairan tersebut akan menghambat pengembangan paru-paru sehingga mangalami kesulitan bernafas. Terdapat beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan sesak nafas seperti obesitas, adanya infeksi paru dan akibat distress psikologi seperti kecemasan serta depresi (Kupper, N., et al., 2016).
Kegagalan fungsi paru-paru pada penderita gagal jantung akibat oedema/penumpukan cairan akan berdampak pada penurunan saturasi oksigen. Saturasi oksigen adalah presentase kadar oksigen yang di ikat oleh haemoglobin atau sel darah merah untuk di transportasikan ke seluruh jaringan tubuh, sehingga kadar saturasi oksigen yang baik yaitu 95-100% akan berdampak pada pengurangan sesak nafas pada penderita gagal jantung (Sepdianto, T., Tyas, M., Anjaswarni, T., 2013).
Jadi tindakan yang dapat dilakukan dalam menangani sesak nafas pada penderita gagal jantung adalah sebagai berikut (Aritonang, Y., 2019):
1. Meninggikan posisi tempat tidur
Dengan memberikan posisi duduk atau setengah duduk dapat mengurangi sesak nafas akibat penumpukan cairan. Posisi semifowler atau fowler dalam istilah medis ini merupakan penanganan awal yang dapat dilakukan pada pasien sesak nafas, posisi ini akan membantu pengembangan paru-paru menjadi lebih maksimal sehingga proses pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru menjadi lebih baik. Penderita dapat di tempatkan di kursi atau di tempat tidur dengan menumpuk beberapa bantal sehingga menjadi tempat untuk bersandar membentuk posisi yang diiginkan sesuai kenyamanan penderita.
2. Tetap Tenang
Pada saat sesak nafas terjadi penderita cenderung akan mengalami kepanikan berlebih akibat munculnya sesak yang tiba-tiba maupun yang semakin memberat, namun jika penderita makin panik dan stres akan menyebabkan sesak nafas menjadi semakin parah. Panik akan menstimulasi sistem saraf simpatik tubuh yang merupakan respon fisiologis manusia dalam mempertahankan keseimbangan dengan cara meningkatkan denyut jantung dan pernafasan yang justru akan semakin memperberat beban kerja jantung dan mengakibatkan sesak nafas pada penderita gagal jantung. Dengan menarik nafas dalam serta menghembuskannya dengan perlahan dapat membalikkan efek sistem saraf simpatik dan secara otomatis membuat proses bernafas menjadi lebih efektif sehingga dapat mengurangi sesak nafas.
3. Dukungan Emosional
Kehadiran orang terdekat sangatlah berpengaruh dalam memberikan rasa nyaman dan membantu penderita menjadi lebih rileks. Tindakan sederhana seperti mengusap punggung dan membelai lengan dapat memberikan ketenangan sehingga mengurangi usaha nafas yang berlebih pada penderita gagal jantung.
4. Memberikan Ruang yang Cukup
Memastikan ruangan memiliki ventilasi yang baik dan suasana lingkungan yang tenang akan mampu memberikan efek positif pada saat penanganan sesak nafas. Penderita akan lebih tenang saat berada di ruangan yang terbuka dengan gangguan yang minimal dari apapun.
5. Mengalihkan Perhatian
Dalam istilah medis disebut distraksi. Tehnik distraksi merupakan suatu tindakan untuk membantu mengalihkan perhatian penderita yang dalam keadaan sesak untuk tidak fokus pada sesak nafas namun ke suatu kegiatan atau tindakan lain, dipercaya akan mampu mengurangi gejala.
6. Berbicara Secukupnya
Dalam keadaan sesak nafas, penderita di anjurkan untuk istirahat dengan tidak banyak berbicara agar mengurangi pemakaian energi dan mengurangi kelelahan. Demikian juga dengan orang terdekat untuk tidak mengajak penderita mengobrol, namun apabila sangat penting dalam menanyakan kebutuhan dan keluhan penderita dapat menggunakan jenis pertanyaan tertutup sehingga mudah menjawab dengan “ya atau tidak” dan memberikan gerakan tubuh yang sederhana seperti mengangguk.
7. Pemakaian Oksigen
Kadar oksigen dalam darah akan mempengaruhi tingkat sesak nafas penderita. Pada keadaan sesak nafas, pemberian oksigen akan mampu membantu mengurangi sesak nafas. Penggunaan kanula atau masker dengan konsentrasi oksigen rendah maupun dengan konsentrasi oksigen tinggi seperti Non-Rebreathing Mask (NRM) dapat dipertimbangkan apabila tersedia. Untuk mengetahui kadar saturasi oksigen dapat menggunakan alat fingertip pulse oxymeter.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan munculnya sesak nafas. Dengan menjaga pola hidup sesuai anjuran tim medis dan mengkonsumsi obat-obatan yang telah diresepkan oleh dokter jantung dengan benar, diharapkan akan mampu mencegah terjadinya sesak nafas dan perburukan kondisi pada penderita gagal jantung. Demikianlah hal-hal yang dapat dilakukan dalam menangani sesak nafas pada penderita gagal jantung. Apabila dengan tindakan tersebut diatas sesak nafas tidak bisa ditangani dan sesak nafas menjadi semakin memberat, segeralah untuk mencari pertolongan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan parawatan yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Chouihed, T., et al., (2016). Management of Suspected Acute Heart Failure Dyspneu in the Emergency Department: Results from the French Prospective Multicenter DeFSSICA Survey. Scandinavian Journal of Trauma, Resucitation and Emergency Medicine. Diakses dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5026775/pdf/13049_2016_Article_300.pdf
Dube, B., Agostoni, P., Laveneziana, P., (2016). Exertional Dyspnoea in Chronic Heart Failure: The Role of the Lung and Respiratory Mechanical Factors. ERSpublication. Diakses dari: https://err.ersjournals.com/content/errev/25/141/317.full.pdf
Kupper, N., et al., (2016). Determinants of Dyspnea in Chronic Heart Failure. Journal of Cardiac Failure. Diakses dari: https://www.onlinejcf.com/article/S1071-9164(15)01122-7/fulltext
Sekarsari, R., Suryani, A., (2016). Gambaran Aktivitas Sehari-hari pada Pasien Gagal Jantung Kelas II dan III di Poli Jantung RSU Kabupaten Tangerang. JKFT. Diakses dari: http://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1078342
Sepdianto, T., Tyas, M., Anjaswarni, T., (2013). Peningkatan Saturasi Oksigen melalui Latihan Deep Diaphragmatic Breathing pada Pasien Gagal Jantung. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK). Diakses dari: http://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1005839
Aritonang, Y., (2019). Gambaran Frekuensi Perbafasan pada Pasien Gagal Jantung Fungsional Kelas II & III di Jakarta. Jurnal Ilmiah Widya. Diakses dari: http://garuda.ristekbrin.go.id/documents/detail/1460089