MISKONSEPSI PADA RANAH KARDIOVASKULAR
Oleh : dr. Gema Citra Dwijayanti
Banyak orang memiliki asumsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskular yang dipercayai oleh diri mereka sendiri atau berasal dari nasehat turun temurun maupun komentar orang terdekat, tetapi asumsi tersebut sebetulnya tidak dibenarkan secara medis namun sering sekali digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka dari itu kita perlu membahas lebih dalam mengenai beberapa miskonsepsi yang masih banyak dianut oleh masyarakt luas agar tidak “salah kaprah” atau bahkan memperparah kondisi kesehatan kita, beberapa miskonsepsi yang akan kita bahas antara lain :
1. “Saya perokok, sudah pernah mengalami serangan jantung, rasanya percuma berhenti merokok sepertinya sudah terlambat”
2. “Walupun saya tidak pernah berolahraga tetapi berat badan saya normal, sehingga saya tidak perlu khawatir terkena penyakit kardiovaskular ”
Miskonsepsi 1 : “Saya perokok, sudah pernah mengalami serangan jantung, rasanya percuma berhenti merokok sepertinya sudah terlambat”
Perlu diketahui bahwa rokok mempercepat pembentukan aterosklerosis dan trombotik, melalui pengaruhnya pada sel-sel endotel pembuluh darah, rokok mempengaruhi endotel dengan cara mengganggu fungsi normalnya sehingga mengurangi kemampuan endotel untuk mempertahankan diri dari kejadian pembentukan plak aterosklerosis. Melalui berbagai macam penelitian, dijelaskan bahwa rokok berhubungan erat dengan kejadian penyakit kardiovaskular. (Woolf et al., 2012) Pada perokok aktif, berhenti merokok setelah kejadian infark miokardium merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah kejadian infark miokardium ulang, serta dapat memperpanjang angka harapan hidup dibandingkan dengan hanya menggunakan terapi obat-obatan tanpa berhenti merokok.(Chow et al., 2010) Data dari European Society of Cardiology (ESC) tahun 2016 pada penelitian yang dilakukan selama 10 tahun mengenai rokok dihubungkan dengan kardiovaskular, perokok berisiko dua kali lipat mengalami kejadian fatal pada penyakit kardiovaskular dibandingkan pada orang yang tidak merokok. (ESC., 2016)
Gambar. 1 Estimasi risiko berdasarkan tabel SCORE, perokok aktif berisiko dua kali lipat kejadian fatal pada penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan non-perokok. (konversi angka kolesterol mmol/L à mg/dL: 4=155; 5=190; 6=230; 7=270; 8=310) (Sumber: ESC.,2016)
What to do : Dari ulasan di atas jika anda seorang perokok aktif, sudah pernah mengalami serangan jantung, belum terlambat untuk STOP MEROKOK.
Miskonsepsi 2 : “Walupun saya tidak pernah berolahraga tetapi berat badan saya normal, sehingga saya tidak perlu khawatir terkena penyakit kardiovaskular ”
Secara umum digambarkan bahwa obesitas berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular, tetapi terdapat beberapa penelitian kontradiktif mengenai hal tersebut, pada penelitian oleh Oreopoulos et al tahun 2008, subjek obesitas menunjukkan angka mortalitas dan morbiditas yang lebih rendah dibandingkan dengan subjek normal BMI. Hal ini dihubungkan dengan tingkat kebugaran pada sistem kardio-respi subjek penelitian, ternyata setelah di gali lebih lanjut subjek obesitas pada penelitian tersebut lebih sering melakukan olahraga sehingga memiliki tingkat kebugaran yang lebih baik dibandingkan dengan subjek normal BMI. Orang dengan berat badan normal yang tidak bugar memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang bugar, berapapun nilai BMI orang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kebugaran lebih penting dalam kemampuan untuk bertahan menghadapi penyakit kardiovaskular terlepas dari BMI seseorang. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian tersebut yaitu faktor risiko berupa aktivitas fisik lebih berpengaruh dibanding faktor risiko BMI tinggi. (Berrington de Gonzalez et al., 2010; ESC.,2016)
What to do : Berolahraga bukan hanya untuk menurunkan berat badan tetapi lebih penting untuk meningkatkan kebugaran diri, berolahraga lah secara teratur untuk menurunkan risiko kejadian penyakit kardiovaskular di masa mendatang.