Mengenal Studi Elektrofisiologi Sebagai Metode Identifikasi Gangguan Irama Jantung (Aritmia)
Penulis: dr. Daniel Christian Fernandez Hutabarat
Kemajuan teknologi Kesehatan di zaman sekarang ini telah mendorong berbagai penemuan dan inovasi penting terutama di bidang pemeriksaan diagnostik dan terapi dan salah satu diantaranya adalah Studi Elektrofisiologi. Studi eletrofisiologi (Electrophysiology Study) atau yang sering disingkat dengan EPS adalah suatu pemeriksaan/studi yang bertujuan untuk mengetahui asal-muasal gangguan irama jantung (Aritmia).Gangguan irama jantung (Aritmia) sendiri didefinisikan oleh American Heart Association (AHA) sebagai segala bentuk sekuensi impuls elektrik yang tidak normal dari Jantung.
Impuls elektrik jantung bisa bersifat lebih cepat, lebih lambat ataupun tidak beraturan sama sekali. Teori pulsasi tiongkok kuno pada abad ke-5 SM dipercaya menjadi awal munculnya ide untuk mempelajari gangguan irama jantung. Walaupun begitu, Terobosan paling signifikan dalam bidang elektrofisiologi yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir ini dimulai pada tahun 1791 ketika seorang dokter yang juga ilmuwan bernama Luigi Galvani pertama kali merekam adanya fenomena sinyal listrik ketika sedang melakukan diseksi atau pembedahan seekor katak di atas meja bedah dalam rangka melakukan percobaan elektrik statis. Galvani menyebut fenomena tersebut sebagai “elektrisitas hewani” (Animal Electricity) atau yang lebih dikenal sebagai fenomena Galvanism.
Luigi dan para ilmuwan lainnya meyakini fenomena galvanism, aktivasi dari otot paha katak, sebagai akibat dari aliran listrik melalui cairan yang bersifat konduktif atau substansi yang terdapat pada syaraf katak. Percobaan sederhanayang dilakukan oleh Luigi dkk ini menjadi batu loncatan dalam kelangsungan studi elektrofisiologi berikutnya yang lebih kompleks. Lahirnya era elektrofisiologi klinis dimulai pada tahun 1940an dan 1950an, saat Hecth, Latour dan Puech dan Giraud dkk menggunakan kateter tipis untuk mengukur aktivitas kelistrikan jantung serta untuk merekam sekuensi dari aktivasi antar bagian organ jantung. Selanjutnya di tahun 1967, analisa mengenai titik lokasi asal gangguan irama jantung dan mekanisme terjadinya aritmia tersebut mulai dilakukan pada organ jantung manusia yang masih utuh dengan menggunakan stimulator listrik yang telah diprogram sebelumnya dan dikombinasikan dengan pemetaan aktivasi kelistrikan jantung.
Analisa lokasi dan mekanisme terjadinya gangguan irama jantung secara invasif menggunakan kateter pada studi elektrofisiologi ini yang menjadi prinsip dasar para dokter ahli jantung di era sekarang dalam melakukan prosedur diagnostik pada pasien-pasien yang mengalami gangguan irama jantung (aritmia).
Durrer dkk pada tahun yang sama, tahun 1967, juga diyakini sebagai ilmuwan pertama yang melakukan intervensi secara invasif pada pasien dengan gangguan irama jantung, dalam hal ini pasien dengan sindroma WPW (Wolff-Parkinson-White), yang mengalami takikardia atau jantung berdebar-debar lebih cepat dari biasanya hingga bisa berakibat fatal. Inovasi-inovasidi bidang instrumen pemeriksaan elektrofisiologi oleh para ilmuwan semakin berkembang pesat hingga saat sekarang dan hal ini semakin memudahkan para dokter ahli dalam melakukan proses diagnostik dan intervensi melalui Studi Elektrofisiologi. Secara garis besar,
Studi elektrofisiologi dapat dipahami sebagai metode pemeriksaan yang cukup baru dan kompleks, dan hasil pemeriksaan yang ada dapat meyakinkan dokter ahli jantung untuk menentukan apakah seorang pasien memerlukan alat pacu jantung (pacemaker), alat defibrilasi yang terimplantasi di dalam kulit (implantable cardioverter defibrillator), ablasi jantung maupun operasi terbuka. Studi Elektrofiologi biasanya dilakukan di EP (Electrophysiology) lab atau cathetherization lab dengan prinsip memasukkan kabel elektroda melalui pembuluh darah balik (vein) yang dibantu dengan fluoroskopi dalam memvisualisasi organ jantung.
Pada saat studi elektrofisiologi berlangsung, pasien dalam keadaan setengah sadar ataupun bius total. Studi elektrofisiologi sendiri membutuhkan waktu satu sampai empat jam, bergantung pada tipe, dan severitas gangguan irama jantung yang dimiliki pasien. Berbagai persiapan yang harus diikuti pasien sebelum dilakukannya studi ini tidak jauh berbeda dengan persiapan ketika akan mengikuti tindakan operasi. Sebelum tindakan studi elektrofisiologi, obat-obatan yang biasanya dikonsumsi oleh pasien tersebut harus tetap dikonsumsi kecuali ada anjuran dari dokter yang bersangkutan untuk memberhentikan pengobatannya.
Studi elektrofisiologi sendiri bukan tanpa resiko. Pendarahan, bekuan darah, infeksi dan kemungkinan-kemungkinan lainnya juga menjadi resiko dalam melakukan studi elektrofisiologi pada pasien. Namun dengan persiapan pasien yang baik, segala resiko yang telah disebutkan dapat diminimalisir sehingga manfaat yang diterima pasien dalam Studi elektrofisiologi dapat tercapai dengan maksimal serta aspek keselamatan pasien juga tetap menjadi prioritas.
Daftar Pustaka:
American Heart Association (2021). Electrophysiology Studies (EPS). Retrieved from: https://www.heart.org/en/health-topics/arrhythmia/symptoms-diagnosis--monitoring-of-arrhythmia/electrophysiology-studies-eps
Lüderitz B. Historical perspectives of cardiac electrophysiology. Hellenic J Cardiol. 2009 Jan-Feb;50(1):3-16. PMID: 19196616.
Park SH, Kim EH, Chang HJ, et al. History of Bioelectrical Study and the Electrophysiology of the Primo Vascular System.Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, vol. 2013, Article ID 486823, 14 pages, 2013. https://doi.org/10.1155/2013/486823
Wellens HJ. Forty years of invasive clinical electrophysiology: 1967-2007. Circ Arrhythm Electrophysiol. 2008 Apr;1(1):49-53. doi: 10.1161/CIRCEP.108.770529. PMID: 19808393.