Melindungi Pasien dengan Penyakit Jantung Bawaan Pada Pandemi COVID-19
oleh: dr. Bayushi Eka Putra, dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K)
COVID-19: Dunia dan Indonesia
COVID-19 merupakan topik yang hangat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Efek dari pandemi COVID-19 terbilang luas dengan jumlah penderita per tanggal 3 November 2020 tercatat mencapai 47.430.441 orang dan kematian mencapai 1.213.261 kasus di seluruh dunia.[1] Di Indonesia, jumlah kasusnya COVID-19 sudah mencapai 418.375 kasus dan sebanyak 14.146 kasus COVID-19 yang meninggal.[2]
Dampak yang ditimbulkan berbagai macam terutama terhadap bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan di banyak negara mengalami kelumpuhan hingga 53% pada bidang hipertensi, tatalaksana penyakit diabetes, kanker, hingga kegawatan kardiovaskular.[3] Hal ini berakibat pada peningkatan morbiditas dan mortalitas tidak hanya sebagai akibat langsung dari infeksi COVID-19, tapi juga sebagai akibat dari lumpuhnya fasilitas kesehatan di berbagai negara, termasuk Indonesia.[4]
Uniknya, pasien dengan penyakit kardiovaskular pun kian mendapat sorotan istimewa sebagai salah satu komorbid dari infeksi COVID-19. Penyakit kardiovaskular memiliki odds ratio atau resiko terinfeksi COVID-19 mencapai 3.42 kali lipat (95% confidence interval 1.88-6.22) dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki dasar penyakit kardiovaskular.[5] Kondisi ini menjadi salah satu kondisi yang perlu diperhitungkan, terutama bagi pasien serta tim medis yang terutama bergerak di bidang pelayanan kesehatan jantung.
Pasien Spesial: Kondisi Jantung Istimewa
Secara umum, semua pasien pada dasarnya adalah sama, tidak ada yang lebih istimewa dibandingkan lainnya. Namun, bayi atau anak dengan kondisi jantung istimewa (baca: penyakit jantung bawaan), merupakan salah satu pasien yang menjadi sorotan pada setiap tenaga medis yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan jantung. Bayi ataupun anak, pada dasarnya adalah cikal bakal generasi mendatang. Bibit yang bisa menjadi apa saja (omnipotensi) ketika dirawat dan dibesarkan dengan baik.
Dengan demikian, pada kondisi era pandemik COVID-19 yang dialami saat ini, perhatian khusus perlu diberikan pada anak-anak dengan kondisi jantung istimewa tersebut. Hal ini terutama berhubungan dengan tingginya risiko infeksi COVID-19 pada kelompok pasien dengan penyakit dasar penyakit kardiovaskular.
Penyakit Jantung Bawaan dan COVID-19
Penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan pembuluh darah) pada umumnya erat berhubungan dengan faktor risiko diabetes melitus ataupun hipertensi terhadap risiko terinfeksi dan risiko perburukan terhadap infeksi COVID-19.[6] Berbeda dengan penyakit kardiovaskular pada umumnya, pasien dengan penyakit jantung bawaan memiliki beberapa kondisi sesuai dengan variasi kelainan yang dialami terhadap risiko terkena infeksi ataupun risiko perburukan akibat infeksi covid-19.
Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh British Congenital Cardiac Association, ditemukan beberapa kondisi pada pasien dengan penyakit jantung bawaan yang berpotensi mengalami risiko infeksi berat pada infeksi COVID-19: (1) pasien dengan kondisi satu buah ventrikel pasca menjalani prosedur Fontan, (2) pasien dengan sianotik kronik (saturasi oksigen persisten di bawah 85%), (3) kardiomiopati berat dengan penurunan fungsi jantung, (3) penyakit jantung bawaan dengan hipertensi pulmonal berat, (4) penyakit jantung kongenital signifikan yang belum terkoreksi (contoh: defek septum ventrikel, Tetralogy of Fallot (TOF), dan sebagainya), (5) penyakit jantung bawaan dengan penyakit peserta yang mengganggu (penyakit paru kronis, penyakit liver kronis, ataupun penyakit ginjal kronik), serta (6) penyakit jantung bawaan disertai dengan gangguan sistem imun pada kondisi Sindrom Down, Sindrom DiGeorge, hingga Sindrom Asplenia.[7]
Secara jelas, pasien dengan gangguan sistem imun seperti yang disebutkan di atas memiliki risiko terjadinya infeksi COVID-19 dan perburukan akibat infeksi COVID-19 yang lebih besar. Sedangkan, pasien dengan penyakit jantung yang belum terkoreksi berpotensi mengalami peningkatan risiko akibat infeksi sistemik berupa peningkatan kebutuhan metabolik, takikardia, penurunan fungsi miokardium, dan gangguan keseimbangan antara resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance - SVR) dan resistensi vaskular paru (pulmonary vascular resistance - PVR). Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari berlangsungnya gangguan inflamasi yang berakibat pada peningkatan rasio PVR/SVR. Kondisi tersebut berakibat pada peningkatan pirau kanan ke kiri (right to left shunt) disertai dengan desaturasi vena pulmonalis yang berakibat pada peningkatan risiko terjadinya spell dan sianotik spell terutama pada pasien dengan TOF. Kondisi pasien dengan penyakit jantung bawaan dengan peningkatan PVR pun dapat mengalami perburukan sebagai akibat dari hipoksemia, ventilasi mekanik, dan kekakuan dari paru pada pasien dengan infeksi COVID-19 yang mengalami distres pernapasan. Kondisi tersebut akan mengakibatkan risiko terjadinya gagal jantung kanan sebagai akibat dari peningkatan afterload pada ventrikel sebagai efek dari eksaserbasi dari hipertensi pulmonal. Selain itu, faktor pro-koagulan berpotensi mengakibatkan peningkatan risiko terjadinya komplikasi tromboemboli pada pasien dengan sindrom hiperviskositas dengan risiko terjadinya abses serebral. Sedangkan, pada pasien yang mengalami peningkatan aliran darah ke paru seperti pada berbagai macam penyakit jantung pirau kiri ke kanan akan berakibat pada risiko peningkatan infeksi paru berulang dengan infeksi paru ringan dapat mengakibatkan dekompensasi dan eksaserbasi.[8]
Upaya Menjaga Pasien dengan Penyakit Jantung Bawaan Terhadap COVID-19
Upaya terbaik untuk menjaga pasien dengan penyakit jantung bawaan dari terjadinya infeksi pada penyakit jantung bawaan adalah dengan pencegahan. Upaya pencegahan difokuskan pada beberapa macam cara: mencegah paparan dengan banyak orang, mengurangi risiko dengan menggunakan alat proteksi diri, serta kontrol ke dokter secara aman.
Kontrol ke dokter secara aman dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: menjaga jarak antara satu pasien dengan pasien lainnya dengan menggunakan protokol kesehatan, hingga dilakukannya konsultasi dengan poli online apabila memang memungkinkan.[9]
1. Coronavirus Update (Live): 47,434,036 Cases and 1,213,312 Deaths from COVID-19 Virus Pandemic - Worldometer [Internet]. [cited 2020 Nov 3]. Available from: https://www.worldometers.info/coronavirus/
2. Covid- SP. Peta Sebaran [Internet]. [cited 2020 Nov 3]. Available from: https://covid19.go.id/peta-sebaran
3. COVID-19 significantly impacts health services for noncommunicable diseases [Internet]. [cited 2020 Nov 3]. Available from: https://www.who.int/news/item/01-06-2020-covid-19-significantly-impacts-health-services-for-noncommunicable-diseases
4. The Jakarta Post. Jakarta gears up for possible collapse of healthcare system [Internet]. [cited 2020 Nov 3]. Available from: https://www.thejakartapost.com/news/2020/09/09/jakarta-gears-up-for-possible-collapse-of-healthcare-system.html
7. BCCA [Internet]. [cited 2020 Nov 5]. Available from: https://www.bcca-uk.org/pages/news_box.asp?NewsID=19495710
9. Stay at home: guidance for households with possible or confirmed coronavirus (COVID-19) infection [Internet]. [cited 2020 Nov 5]. Available from: https://www.gov.uk/government/publications/covid-19-stay-at-home-guidance/stay-at-home-guidance-for-households-with-possible-coronavirus-covid-19-infection