Mari Berpuasa untuk Jantung yang Lebih Sehat

Mari Berpuasa untuk Jantung yang Lebih Sehat

 

Penulis: dr. Choiron Abdillah

 

Perubahan pola hidup merupakan salah satu upaya yang berdampak cukup signifikan dalam mencegah dan mengurangi derajat keparahan dari penyakit jantung dan pembuluh darah. Salah satunya adalah pengaturan pola diet. Pola diet berkaitan erat dengan obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko terpenting dalam perjalanan penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk faktor yang dapat memperburuk kondisi dan meningkatkan angka kematian. Pola diet yang sudah dikenal di kalangan penderita penyakit jantung dan hipertensi adalah diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dan diet Mediteranian. Dalam penelitian keduanya menunjukkan efek positif terhadap kesehatan jantung. Pola intervensi diet tersebut termasuk pembatasan jumlah kalori yang dikonsumsi per harinya karena memiliki hubungan yang erat dengan pengontrolan tekanan darah dan berat badan serta meningkatkan kerja hormon insulin, hormon yang mengatur gula darah di tubuh manusia. Pembatasan kalori yang paling sering dilakukan adalah mengurangi jumah makan (1-2 x perhari) atau mengurangi kuantitas porsi terutama karbohidrat dan lemak, namun ada perkembangan metode baru yaitu dengan cara berpuasa dengan selang waktu tertentu atau disebut puasa intermiten.

 

Prinsip dari puasa intermiten ini tidak berbeda dengan pembatasan kalori lainnya yaitu mengurangi makanan yang dikonsumsi. Perbedaannya adalah pada puasa, waktu yang bisa digunakan untuk seseorang untuk makan dibatasi dalam satu hari. Meskipun belum ada penelitian yang mendalam, dua tipe puasa intermiten yang dikenal saat ini yaitu puasa satu hari penuh dan puasa yang dibatasi waktu per harinya.

 

Pada tipe pertama, seseorang dapat tidak makan sama sekali dalam waktu 24 jam dan diikuti dengan waktu bebas makan selama beberapa hari setelahnya. Kombinasi yang biasa dipakai adalah dengan perbandingan dua hari puasa dan lima hari waktu bebas makan selama satu minggu penuh. Konsep ini dapat membuat tidak nyaman pada seseorang karena tidak ada pertambahan kalori dalam waktu 24 jam dan bisa berdampak pada produktivitasnya di hari tersebut. Sementara itu tipe kedua adalah puasa dalam jangka waktu tertentu, umumnya 16 jam waktu puasa dan delapan jam waktu makan, atau perbandingan waktu lainnya dengan versi yang serupa yaitu durasi puasa lebih panjang dibandingkan dengan durasi makan. Konsep ini lebih familiar terutama bagi umat muslim yang biasa melakukan puasa di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh serta puasa-puasa sunnah lain yang biasa dilakukan setiap bulannya. Konsep puasa intermiten berhubungan dengan kontrol gula darah yang lebih baik pada manusia dan hewan dan di sisi lain pembatasan kalori tradisional lebih rendah tingkat kepatuhannya bila dibandingkan dengan puasa intermiten yang tampaknya lebih menjanjikan untuk dilaksanakan.

 

Telah terdapat beberapa mekanisme mengenai bagaimana puasa intermiten memperbaiki kondisi jantung dan pembuluh darah. Mekanisme yang pertama adalah berkurangnya kadar stress oksidatif yang ada di tubuh. Pada sebuah penelitian yang mengamati puasa intermiten subjek dalam jangka waktu delapan minggu, pada pasien dengan obesitas ditemukan proses peradangan yang lebih ringan dan beberapa agen stress oksidatif yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya. Selain itu kadar antioksidan pada subjek yang berpuasa juga lebih tinggi. Dari kedua fakta ini dipercaya berhubungan dengan kondisi jantung yang lebih sehat. Teori kedua adalah berkaitan dengan siklus tubuh yang dinamakan irama sirkadian. Siklus ini dipercaya memiliki dampak terhadap kesehatan jantung karena dibuktikan dengan meningkatnya kasus penyakit jantung dan metabolik pada pekerja yang menggunakan sistem shift/ pekerja malam. Dengan adanya pengaturan irama antara makan dan puasa dapat berdampak langsung dengan beberapa sistem yang ada di tubuh seperti makan malam yang terlalu larut terbukti meningkatkan kadar gula darah sewaktu di pagi hari, selain itu makan di waktu larut juga berdampak terhadap menurunnya kualitas dan kuantitas waktu tidur, obesitas dan penyakit jantung. Teori yang terakhir adalah berpuasa menyebabkan terjadinya kondisi ketogenic, yaitu dengan meningkatnya kadar keton dalam darah sebagai akibat dari penggunaan sel lemak untuk dijadikan sumber energi harian. Kondisi ini juga dapat berdampak pada menurunnya kadar lemak jahat (LDL) dan meningkatnya kadar lemak baik (HDL) serta berdampak baik terhadap penurunan berat badan.

 

Studi hubungan antara berat badan dengan puasa intermiten menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat badan hingga 6,5% setelah 12 minggu. Jika dibandingkan dengan grup pembatasan kalori tradisional, penurunan berat badan pada grup puasa lebih banyak. Sementara penelitian mengenai hubungannya dengan tekanan darah menunjukkan terjadi penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik kurang lebih 10mmHg setelah puasa selama 5minggu dengan periode 18 jam perharinya.

 

Puasa intermiten juga berdampak positif pada kondisi sindrom metabolic lainnya. Pada sebuah penelitian pada pasien dengan berat badan berlebih atau obesitas menunjukkan puasa dapat menurunkan kadar lemak jahat 6-14% dan trigliserida 12-22% dalam 12 minggu. Pada penelitian lain juga menunjukkan muslim yang beribadah puasa di bulan Ramadhan memiliki nilai LDL, HDL dan trilgliserida yang lebih baik. Sementara itu pada pasien yang sudah mengalami serangan jantung atau penyakit jantung lainnya, puasa dapat berperan sebagai proteksi dari jantung. Pada sebuah penelitian menunjukkan muslim yang memiliki riwayat penyakit jantung memiliki angka kejadian gagal jantung akut yang rendah pada bulan Ramadhan dibandingkan dengan waktu lainnya.

 

Setelah menelaah fakta-fakta tersebut, puasa terbukti memberikan manfaat yang baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah walaupun mekanismenya belum diketahui secara menyeluruh. Puasa dapat berdampak positif pada faktor-faktor risiko penyebab penyakit jantung seperti obesitas, hipertensi, kolesterol tinggi dan diabetes. Selain itu puasa juga berhubungan dengan penurunan kejadian lanjutan dari penyakit jantung sebelumnya dan memiliki efek kepatuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan metode pembatasan kalori lainnya.

 

Referensi :

 

Dong TA, Sandesara PB, Dhindsa DS, Mehta A, Arneson LC, Dollar AL, et al. Intermittent Fasting: A Heart Healthy Dietary Pattern? Am J Med.1010;133(8):901-7