Kenali Krisis Hipertensi dan Bahayanya

Kenali Krisis Hipertensi dan Bahayanya

Penulis: dr. Natalia Jaman

 

Hipertensi atau tekanan darah tinggi, masih merupakan salah satu penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1%, meningkat dibandingkan tahun 2013 (25,8%). Hipertensi ditegakkan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.

Walaupun hipertensi merupakan penyakit yang kronik, namun dapat terjadi kondisi di mana tekanan darah meningkat secara akut atau tiba-tiba, yang disebut krisis hipertensi. Seseorang dikatakan mengalami krisis hipertensi jika tekanan darah mencapai ≥180/120 mmHg. Kondisi ini bisa berakibat fatal karena dapat disertai dengan kerusakan organ target, seperti jantung, otak dan ginjal.

Terdapat 2 jenis krisis hipertensi, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Yang membedakan keduanya adalah adanya kerusakan organ target. Pada hipertensi urgensi tekanan darah mencapai ≥180/120 mmHg namun tidak disertai kerusakan organ target, sedangkan pada hipertensi emergensi terdapat tanda kerusakan organ target seperti edema paru, iskemia jantung, gangguan neurologis hingga stroke, gagal ginjal akut, diseksi aorta, dan eklampsia.

Terdapat beberapa kejadian yang dapat memicu terjadinya krisis hipertensi. Penyebab yang paling sering adalah ketidakpatuhan minum obat anti hipertensi. Penyebab sering lainnya adalah konsumsi obat-obatan simpatomimetik yang mempunyai efek meningkatkan tekanan darah dan laju jantung.

Gejala yang dapat terjadi antara lain nyeri kepala, pusing, penurunan kesadaran, sesak napas, nyeri dada, muntah, penurunan produksi urin, dan gangguan penglihatan. Gejala yang timbul ini bergantung pada organ target yang terdampak. Pada seseorang yang mengalami penigkatan tekanan darah secara masif disertai gejala-gejala tersebut, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis hipertensi emergensi dan tentu saja untuk menetukan penanganan yang tepat. Evaluasi yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan fisik jantung, paru, termasuk juga pemeriksaan neurologi atau fungsi saraf. Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan darah baik enzim jantung, fungsi ginjal, rekam jantung atau EKG, roentgen dada, serta CT scan kepala jika ada kecurigaan stroke. Pada intinya pemeriksaan dilakukan untuk mencari target organ yang mengalami kerusakan atau gangguan akibat hipertensi emergensi.

Selanjutnya penanganan hipertensi emergensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dan penanganan gejala sesuai kerusakan target organ yang terjadi. Pada hipertensi emergensi target penurunan tekanan darah harus dicapai dalam waktu yang cepat yaitu dalam 1-2 jam. Sedangkan pada hipertensi urgensi pada umumnya masih memiliki waktu untuk menurunkan tekanan darah secara bertahap dalam satu sampai dua hari.

Dengan demikian cara terpenting untuk menghindari terjadinya krisis hipertensi adalah dengan patuh mengkonsumsi obat anti hipertensi. Konsultasi ke dokter jantung mungkin dibutuhkan jika tekanan darah seseorang tidak terkontrol walaupun sudah meminum beberapa jenis obat antihipertensi.

Referensi :

1.    Alley WD, Schick MA. Hypertensive Emergency. [Updated 2020 Nov 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470371/

2.    Papadopoulos, D. P., Mourouzis, I., Thomopoulos, C., Makris, T., & Papademetriou, V. (2010). Hypertension crisis. Blood Pressure, 19(6), 328–336. doi:10.3109/08037051.2010.488052