Kapan dan Bagaimana Sebaiknya Kita Melakukan Pemeriksaan Kultur?
Penulis: dr. Lilik Indrawati, Sp.PK
Selain dari penyakit degeneratif yang kasusnya bertambah seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat, penyakit infeksi hingga kini masih menjadi masalah kesehatan. Penyakit infeksi saat ini menjadi lebih sulit untuk ditata laksana akibat berkembangnya bakteri resisten multi obat atau yang sering disebut sebagai bakteri MDRO (Multi-Drug Resistant Microorganism). Untuk itu dalam tata laksana penyakit infeksi kita perlu untuk melakukan pemeriksaan kultur dan tes kepekaan antimikroba, supaya terapi yang diberikan sesuai dengan jenis patogen penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap obat antimikroba.
Meskipun pemeriksaan kultur memegang peranan penting dalam tata laksana penyakit infeksi, tetapi dalam melaksanakan pemeriksaan ini perlu memperhatikan banyak hal, supaya mendapatkan hasil yang reliable dan mendukung tata laksana penyakit yang dikerjakan. Hal yang perlu diperhatikan antara lain 1) pemilihan waktu kapan sebaiknya pemeriksaan kultur dikerjakan, 2) Pemilihan bahan untuk pemeriksaan, 3) cara pengambilan bahan kultur dengan tepat, 4) metode pemeriksaan di laboratorium dan pelaporan hasil.
Pemilihan waktu untuk melakukan pemeriksaan kultur yaitu sebaiknya ketika secara klinis, pemeriksaan fisik dan penunjang kita menjumpai tada-tanda penyakit infeksi, sebelum kita memberikan terapi antimikroba secara empirik. Misalnya pada saat secara klinis pasien sedang menunjukkan peningkatan suhu, disertai peningkatan hasil leukosit yang didominasi neutrofil segmen atau parameter penunjang lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi. Pemeriksaan kultur tidak dianjurkan dilakukan secara rutin untuk jaga-jaga sebelum pasien timbul gejala infeksi apalagi dikerjakan pada pasien non infeksi, hanya karena pasien terpasang alat medis.
Dalam memilih bahan pemeriksaan kultur, kita harus mempertimbangkan dugaan sumber infeksi dan perjalanan penyakit. Misalnya untuk infeksi saluran napas, maka bahan terbaik adalah yang diambil dari saluran napas bawah misalnya bilasan bronkus, tetapi karena prosedur ini invasif, maka tidak dapat dikerjakan pada semua pasien sehingga dipilih bahan dari sputum yang dibatukkan maupun sputum yang diaspirasi. Tetapi perlu disadari bahwa bahan sputum ini memiliki banyak kekurangan karena dapat terkontaminasi oleh normal flora atau kolonisasi mikroorganisme di saluran napas atas, sehingga benar-benar perlu dipastikan adanya dugaan infeksi paru sebagai syarat mengambil sampel sputum untuk dilakukan kultur. Dugaan infeksi saluran kemih perlu diambil bahan urin, sedangkan untuk sumber infeksi dari daerah tertutup misalnya sendi, cavum pleura atau rongga lain maka dapat dilakukan puncti (tusukan) daerah tersebut. Apabila perjalanan penyakit diduga telah menyebar ke sirkulasi sistemik maka perlu diambil juga bahan pemeriksaan kultur darah, selain dari sumber infeksi primernya.
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan kultur yang dapat dipercaya, maka cara pengambilan bahan kultur merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kita harus memahami bahwa di sebagian besar area tubuh kita terdapat mikroorganisme yang secara normal hidup atau disebut sebagai normal flora. Selain normal flora bisa juga didapatkan mikroorganisme yang hidup berkolonisasi, yaitu berkembang biak tetapi tidak menimbulkan infeksi di tubuh kita. Bahan kultur yang baik adalah yang dapat mengambil mikroorganisme patogen dan tidak terkontaminasi normal flora ataupun kolonisasi mikroorganisme tersebut, oleh karena itu pengambilannya harus memperhatikan teknik aseptik. Kultur darah harus diambil dari tusukan kulit minimal pada 2 site berbeda, selain untuk meningkatkan volume juga untuk verifikasi ketika hanya didapatkan pertumbuhan mikroorganisme pada salah satu botol bahan darah saja.
Jika ingin membuktikan dugaan infeksi aliran darah primer terkait pemasangan kateter vena sentral, maka selain dari tusukan kulit makan bahan darah dapat diambil secara simultan dari exit port kateter vena sentral. Bahan kultur urin harus diambil dari urin tampung porsi tengah (mid-stream urine) atau jika pasien mengggunakan kateter urin maka diambil dengan aspirasi kateter. Bahan kultur luka harus diambil dengan didahului pembersihan luka menggunakan NaCl steril atau aquades baru kemudian dilakukan swab pada dasar luka, jadi bukan diambil dari permukaan luka yang merupakan debris sisa jaringan atau pus. Bahan pemeriksaan yang telah diambil ini harus segera dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan ketika bahan masih segar belum mengalami pembusukan yang kemungkinan menyebabkan patogen mati dan kontaminan tumbuh dominan.
Setelah bahan pemeriksaan diterima oleh bagian laboratorium maka yang berperan selanjutnya terhadap hasil pemeriksaan kultur yaitu pemilihan metode, media pemeriksaan maupun peralatan yang digunakan serta program pemantauan mutu yang dijalankan di laboratorium. Metode pemeriksaan ini dimulai sejak penilaian kelayakan bahan, prosedur standar untuk menumbuhkan dan memurnikan mikroorganisme, serta pemilihan antimikroba untuk tes kepekaan, kemudian apakah pengerjaan dilakukan secara manual atau otomatis, serta metode khusus untuk menumbuhkan mikroorganisme yang sulit tumbuh (fastidious). Media pemeriksaan dipilih berdasarkan jenis pemeriksaan yang dibutuhkan. Setelah pemeriksaan dikerjakan dengan baik maka ketepatan dan cara pelaporan sesuai dengan standar penting untuk diikuti.
Mengingat panjangnya rangkaian pemeriksaan kultur dan banyaknya hal-hal penting harus diperhatikan, maka diperlukan komunikasi yang baik antara dokter dan perawat penanggung jawab pasien dengan dokter penanggung jawab laboratorium dan ATLM agar pemeriksaan kultur yang dijalankan dapat efektif dan efisien dalam tata laksana pasien penyakit infeksi.