Bantuan Hidup Dasar Untuk Menyelamatkan Nyawa
Penulis: dr. Muthia Syarifa Yani
Penyakit jantung dan pembuluh darah masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Kejadiannya yang mendadak dan bisa di mana saja, membuat kemungkinan untuk selamat menjadi kecil bagi orang yang terkena serangan jantung, terutama apabila terjadinya di luar Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan. Padahal kematian akibat henti jantung dapat dicegah dengan pertolongan pertama berupa bantuan hidup dasar.
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan satu-satunya metode yang efektif untuk mencegah kematian ketika seseorang mengalami henti jantung. Di negara-negara maju, BHD diajarkan kepada berbagai lapisan masyarakat. Alat Defibrilator Otomatis pun tersedia di tempat-tempat umum. Beberapa negara seperti Swedia dan Amerika Serikat bahkan memasukkan BHD ke dalam kurikulum pendidikan sekolah. Keterampilan BHD disusun sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja.
Kapan dilakukan Bantuan Hidup Dasar
Pada dasarnya, BHD dilakukan saat menemukan orang dengan henti jantung dan henti napas, terutama apabila kejadiannya terjadi di depan mata. Ciri-ciri orang yang mengalami henti jantung, terutama yang diakibatkan serangan jantung, adalah tampak kesakitan dan memegang dada, kemudian terjatuh dan tidak bisa dibangunkan. Orang yang mengalami henti jantung juga biasanya tidak bernapas dan tidak merespon saat dipanggil.
Cara melakukan Bantuan Hidup Dasar
Amankan diri, lokasi, dan pasien
Apabila menemukan orang dengan henti jantung dan henti napas, langkah pertama adalah memastikan keamanan diri sendiri, orang tersebut, dan lingkungan sekitar. Pindahkan pasien ke tempat yang aman, dan pastikan tidak ada bahaya kendaraan yang lalu lalang ataupun bahaya terbakar dan tenggelam, misalnya.
Periksa kesadaran
Langkah selanjutnya adalah memeriksa kondisi orang tersebut dengan cara menepuk keras-keras di bahu dan panggil dengan suara kencang. Apabila orang tersebut merespon, posisikan secara aman dan pastikan dapat bernapas dengan baik. Respon dapat berupa batuk, erangan, gerakan, atau menjawab.
Panggil bantuan
Langkah kedua yang paling penting dalam Bantuan Hidup Dasar adalah memanggil bantuan. Bantuan bisa didapatkan dari orang sekitar, mintalah pertolongan untuk menghubungi nomor ambulans darurat (118/119) atau Rumah Sakit terdekat. Minta tolong pula untuk mengambilkan Alat Defibrilator Otomatis jika tersedia. Apabila tidak ada orang lain, segera hubungi nomor darurat dengan speaker dikeraskan sambil melakukan pertolongan pertama.
Lakukan Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah tindakan untuk menjaga aliran darah dan oksigen tetap berjalan dalam keadaan henti jantung dan henti napas. Semakin cepat RJP dimulai, angka harapan hidup pasien juga akan meningkat. Karena itu, saat ini RJP direkomendasikan untuk dimulai segera setelah memastikan pasien yang ditemukan betul-betul tidak merespon dengan panggilan dan rangsangan yang diberikan. Tidak perlu memeriksa nadi dulu yang seringkali sulit dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan membuang waktu untuk segera memulai RJP.
Cara melakukan RJP adalah posisikan pasien dalam posisi optimal, yaitu berbaring di permukaan yang rata, dengan kepala sedikit mendongak untuk membuka jalan napas. Letakkan pangkal telapak tangan yang dominan (biasanya tangan kanan) tepat di atas tulang dada, dan tangan satu lagi mencengkeram dengan kuat sehingga kedua pangkal telapak tangan bertumpuk di atas dada. Posisikan kedua lengan tegak lurus dengan dada pasien dan siku mengunci dalam posisi lurus. Tekan dada dengan kuat dan kedalaman cukup, kira-kira 5 cm, dan biarkan dada mengembang kembali sebelum memulai penekanan/kompresi berikutnya.
Kecepatan kompresi dada pada orang dewasa yang optimal adalah 100-120x/menit, atau setara dengan irama lagu “Baby Shark” yang mudah diingat. Terlalu cepat atau terlalu lambat membuat pemompaan darah oleh jantung menjadi kurang maksimal.
Pada awalnya, RJP terdiri dari kompresi dada dan bantuan napas secara mulut-ke-mulut. Namun kebanyakan orang tidak mau melakukannya, terutama di era pandemi COVID di mana bisa terjadi penularan penyakit. Maka saat ini RJP dengan kompresi dada saja tetap dianjurkan.
RJP dengan Kompresi dada yang baik dapat memastikan darah mengalir ke otak, sehingga kerusakan otak akibat henti jantung bisa dicegah. Sebaiknya RJP terus dilakukan sampai dating bantuan dari tenaga kesehatan terlatih. Namun apabila terjadi kelelahan atau membahayakan penolong, RJP dapat dihentikan.
Memasang Alat Defibrilator Eksternal Otomatis
Apabila tenaga kesehatan terlatih belum datang namun tersedia Alat Defibrilator Eksternal Otomatis (AED), alat dapat segera dipasangkan pada pasien. AED dapat membaca irama jantung dan memberikan kejut listrik yang berguna untuk mengembalikan detak jantung ke irama dasarnya. Pasanglah AED sesuai instruksi yang tertera, di dada kiri bawah dan kanan atas pasien. Nyalakan AED, lalu biarkan AED membaca irama. Ikutilah instruksi yang disuarakan oleh AED, dapat berupa “kejut listrik” atau “lanjutkan RJP”. Jika AED menginstruksikan untuk “kejut listrik”, pastikan tidak ada penolong atau orang sekitar yang kontak langsung dengan tubuh pasien.
Henti jantung dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Pertolongan pertama yangoptimal dari orang sekitar dapat membantu menyelamatkan nyawa. Yuk, belajar dan berani melakukan Bantuan Hidup Dasar!
Sumber:
Adult Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.