Aritmia dan Covid-19: Sebuah Pisau Bermata Dua

Aritmia dan Covid-19: Sebuah Pisau Bermata Dua

Oleh: dr. Kevin Moses Hanky J T

Pendahuluan

Coronavirus disease-2019 (COVID-19) saat ini telah menjadi pandemi yang memberikan dampak besar dalam sektor kesehatan dan ekonomi dunia. Di Indonesia sendiri, pandemi ini masih menjadi masalah yang belum menemukan titik terang.1

Jutaan kasus COVID-19 telah dilaporkan.Walaupun Sebagian besar tidak bergejala, gejala yang paling umum antara lain batuk, demam, dan sesak. Hubungan antara COVID-19 dan penyakit kardiovaskuler cukup signifikan, dimana sebuah studi kohort observasional di Jerman dari Puntman dkk menemukan bahwa 78 % pasien COVID-19 mengalami keterlibatan kardiak dalam perjalanan penyakitnya.2 Sedangkan pada sebuah studi dari Shi dkk di Tiongkok melaporkan adanya insidensi cardiac injurysebesar 20 % pada pasien COVID-19 yang dirawat di fasilitas keseahatan.3 Salah satu konsekuensi dari adanya keterlibatan kardiak pada COVID-19 adalah meningkatnya risiko terjadinya aritmia.

Progresi penyakit COVID-19 diduga terjadi dalam tiga tahapan berbeda yang saling bertumpang tindih. Tahap pertama, infeksi tahap awal dan gejala konstitusional. Tahap kedua, masuknya virus dan replikasi virus di pneumosit tipe-II yang menyebabkan sitotoksisitas virus secara langsung dan mengaktivasi respons imun dan peradangan yang memicu distress pernafasan dan hipoksia. Bila sistem imun tidak dapat mendegradasi virus, maka akan terjadi tahap ketiga, yaitu keaadan hiperinflamatorik, dan sangat mungkinterjadi disfungsi organ multiple akibat adanya badai sitokin. Semakin berat tahapan penyakit COVID-19 semakin besar pula risiko keterlibatan kardiak dan risiko terjadinya aritmia.1

Jenis Aritmia yang dapat terjadi pada COVID-19

Cukup banyak laporan kasus dari berbagai negara mengenai aritmia yang terjadi pada COVID-19. Aritmia yang terjadi dapat berupa takiaritmia atrial, takiaritmia ventricular, dan bradiaritmia. Salah satu pelaporan awal berasal dari suatu studi retrospektif di Wuhan, Tiongkok. Dalam sebuah serial kasus oleh Liu dkk dengan 137 subyek, dilaporkan bahwa 16.7 % pasien mengalami aritmia, dengan insidensi yang lebih besar pada pasien ICU yakni sebesar 44.4 %, dan hanya 6.9 % pada pasien non-ICU. Beberapa aritmia yang dilaporkan antara lain berupa supraventricular tachycardia, fibrilasi atrium, atrial flutter, total AV block, VT polimorfik, VT monomorfik, dan VT multifocal.4

Mekanisme Aritmogenesis pada COVID-19

Beberapa mekanisme yang potensial meningkatkan risiko aritmia pada infeksi COVID-19 antara lain adalah hypoxia yang disebabkan adanya infeksi virus pada jaringan paru, miokarditis, ataupun respons imun manusia yang abnormal. Selain itu, aritmia juga dapat terjadi secara sekunder akibat adanya iskemia miokardium, regangan miokardium akibat hipertensi pulmonal, ketidakseimbangan elektrolit, imbalans cairan, dan efek obat-obatan terkait COVID-19. Aritmia umumnya tidak terjadi akibat efek langsung dari infeksi COVID-19, namun terjadi akibat sebuah sindroma penyakit sistemik dari COVID-19. Berikut adalah penjelasan singkat mekanisme terjadinya aritmia pada COVID-19

-          Hipoksia: hipoksia menginduksi terjadinya glikolisis anerob yang mengurangi PH intrasel dan meningkatkan kadar kalsium sitosol yang kemudian dapat menyebabkan perubahan waktu depolarisasi dan durasi potensial aksi.

-          Miokarditis: miokarditis dapat terjadi akibat keterlibatan langsung virus di jaringan atau akibat migrasi ekstrapulmoner dari makrofag alveolar yang terinfeksi. Miokarditis berisiko merusak jalur konduksi dan menyebabkan aritmia. Selain itum miokarditis juga menyebabkan imbalans kelistrikan, iskemia yang disebabkan disfungsi mikorvaskular dan disfungsi gap junction.

-          Respons abonormal imun: Sitokin meliputi IL-6, TNF-alfa, dan IL-1 dapat memodulasi ekspresi dan fungsi dari kanal ion potassium dan kalsium, kemudian menyebabkan prolongasi potensial aksi ventrikuler

-          Iskemia Miokardium: umumnya disebabkan disfungsi mikrovaskular dan keadaan hiperinflamatorik yang mengaktivasi dan akselerasi aterosklerosis dan memicu vasokonstriksi.

-          Regangan miokardium: regangan miokardium umumnya pada jantung kanan, yang dapat disebabkan oleh emboli paru dan hipertensi pulmonal yang cukup sering dilaporkan pada pasien COVID-19.

-          Ketidakseimbangan elektrolit: umumnya disebabkan oleh gastroenteritis terkait COVID-19 dan juga cedera ginjal.

-          Imbalans cairan: sering terjadi pada pasien keritis yang juga berhubungan dengan sepsis dan gagal jantung pada COVID-19

-          Efe ksamping Obat-obatan: banyak terapi COVID-19 seperti hidroksiklorokuin, lopinavir/ritonavir, dan azitromisin meningkatkan risiko Torsades de Pointes karena pemanjangan QT. Hidroksiklorokuin dan azitromisin menginhibisi kanal hERG-K+  yang menyebabkan prolongasi potensial aksi dan laju ion Na+ dan Ca2+ yang tidak menurun, dapat memicu early afterdepolarization yang menyebabkan TdP.1

Tatalaksana Aritmia pada COVID-19

Strategi penanganan aritmia pada COVID-19 dibagi menjadi tiga. Pertama, manajemen umum: untuk menatalaksana layaknya pasien non-COVID-19 yang sakit kritis. Kedua, manajemen khusus: konsiderasi khusus pada sindroma aritmia bawaan tertentu, manajemen pemanjangan QTc pada pasien yang menerima terapi farmakologis COVID-19, dan interaksi obat-obatan jantung pada terapi COVID-19. Ketiga, manajemen optimal: meminimalisir pajanan kepada pasien dan kepada tim elektrofisiologi, dan melakukan triase pada prosedur elektrofisiologi.

Bradiaritmia seperti blok sinus atau blok AV pada COVID-19 dapat terlihat akibat adanya efek samping obat seperti hidroksikloroquin, lopinavir/rotinavir, dan azitromisin. Selain itu, blok AV juga dapat terlihat pada miokarditis yang melibatkan sistem konduksi. Pada pasien bradikardia persisten, obat isoprenaline dan atropine dapat dipertimbangkan sebelum implantasi alat pacu jantung sementara. Pemasangan alat pacu jantung sementara lebih dipertimbangkan dibandingkan pacu jantung permanen, mengingat perjalanan klinis yang transien dari bradiaritmia dan fase kritis, juga mempertimbangkan risiko superinfeksi bacterial dan risiko infeksi pada device.

Pada takiaritmia atrial seperti takikardia supraventrikular (SVT) dan fibrilasi atrium atau flutter (AF) penting untuk mengidentifikasi dan menatalaksana penyebab sekunder seperti hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit dan metabolic, efek proaritmik obat-obatan, dan iskemia miokardium. Pada pasien SVT, penggunaan adenosin intravena bermanfaat untuk terminasi akut. Kardioversi elektrik tetap dipertimbangkan pada kasus yang tidak stabil dan refrakter. Pada pasien dengan AF rekuren yang secara hemodinamik stabil, disarankan penghentian obat anti aritmia seperti sotalol, flecainide, dan amiodarone, karena dapat menimbulkan interaksi antarobat dengan obat antiviral.

Pada takiaritmia ventrikel, penting juga untuk mengidentifikasi penyebab sekunder antara lain hipoksia, ketidakseimbangan metabolik-elektrolit, dan efek samping obat. Pasien dengan VT. Pasien VT yang tidak berhubungan dengan penyebab diatas, pilihan pertama adalah amiodarone atau lidocaine IV. Setelah pemulihan dari COVID-19, evaluasi diperlukan untuk kebutuhan pemasangan ICD sebagai pencegahan sekunder dan juga kebutuhan ablasi kateter.1 

Kesimpulan

Bagaikan pisau bermata dua, aritmia merupakan salah satu komplikasi/penyulit dari COVID-19 dan COVID-19 juga memperburuk dan mempersulit pengobatan pasien-pasien dengan aritmia. Aritmia lebih sering ditemukan pada pasien COVID-19 yang berat dan kritis diakibatkan karena respon sistemik sekunder. Penatalaksanaan aritmia pada COVID-19 umumnya sama dengan tanpa COVID-19 namun memiliki beberapa pertimbangan seperti interaksi obat, risiko Tindakan aerosol, dan risiko penularan penyakit.

 

Referensi:

1.    Dherange P, Lang J, Qian P, Oberfeld B, Sauer WH, Koplan B, et al. Arrhythmias and COVID-19. JACC: Clinical Electrophysiology 2020;6:1193–204. https://doi.org/10.1016/j.jacep.2020.08.002.

2.    Puntmann VO, Carerj ML, Wieters I, Fahim M, Arendt C, Hoffmann J, et al. Outcomes of Cardiovascular Magnetic Resonance Imaging in Patients Recently Recovered From Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). JAMA Cardiol 2020. https://doi.org/10.1001/jamacardio.2020.3557.

3.    Shi S, Qin M, Shen B, Cai Y, Liu T, Yang F, et al. Association of Cardiac Injury With Mortality in Hospitalized Patients With COVID-19 in Wuhan, China. JAMA Cardiol 2020;5:802. https://doi.org/10.1001/jamacardio.2020.0950.

4.    Liu K, Fang Y-Y, Deng Y, Liu W, Wang M-F, Ma J-P, et al. Clinical characteristics of novel coronavirus cases in tertiary hospitals in Hubei Province. Chinese Medical Journal 2020;133:1025–31. https://doi.org/10.1097/cm9.0000000000000744.