Akses Vaskular Cimino (Arteriovenous) Fistula bagi Pasien yang Menjalani Hemodialisis

Akses Vaskular Cimino (Arteriovenous) Fistula bagi Pasien yang Menjalani Hemodialisis

 

 

Penulis: dr. Grace Rahmawati Widyasih

 

Hemodialisis atau yang dikenal luas oleh masyarakat sebagai tindakan “cuci darah” pertama kali dilakukan di Indonesia, tepatnya di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 1972. Pada tahun 2014, terdapat 17.193 pasien yang menjalani hemodialisis, dan jumlahnya meningkat sebanyak 48% dalam 2 tahun. Tindakan ini dilakukan sebagai terapi pengganti fungsi ginjal dalam menyaring dan mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang perlu dikeluarkan dari tubuh. Fungsi ginjal yang terganggu, sering ditemukan pada pasien yang mengalami penyakit gagal ginjal akut, penyakit ginjal kronis (PGK)(1) dan beberapa jenis keracunan, contohnya keracunan metanol. Ketika fungsi fisiologis ginjal sudah terganggu, maka penatalaksanaan konservatif saja, seperti obat-obatan, modifikasi diet dan gaya hidup tidak akan memberikan hasil yang signifikan. Beberapa hal-hal penting yang perlu diketahui oleh pasien yang terindikasi memerlukan hemodialisis dijabarkan lebih lanjut dalam artikel berikut.

Selama proses hemodialisis berlangsung, darah pasien dialirkan ke sebuah alat dialyzer (mesin penyaring darah di luar tubuh) berisi membran penyaringan yang selektif. Alat ini dapat memfasilitasi proses difusi dan ultrafiltrasi zat-zat sisa metabolisme yang perlu dibuang dari dalam tubuh lewat prinsip perbedaan laju difusi darah. Hemodialisis membutuhkan akses vaskular yang mempermudah pertukaran aliran darah ke luar tubuh pasien. Salah satu jenis akses vaskular yang diindikasikan, dan merupakan pilihan utama untuk hemodialisis adalah Cimino fistula.

Cimino fistula dibuat melalui tindakan operasi yang menyambungkan pembuluh darah arteri dengan vena yang menghasilkan sebuah saluran atau fistula. Vena yang dihubungkan dengan arteri akan dialiri oleh darah dengan tekanan yang lebih tinggi, sehingga lama-kelamaan vena menjadi lebih besar diameternya dan meningkat ketebalannya. Hal ini akan mempermudah penusukan jarum saat hemodialisis rutin.  Tanpa adanya akses vaskular ini, vena tidak akan sanggup bertahan dari tusukan jarum berulang untuk proses hemodialisis, dan kondisi ini akan merugikan pasien. Kelebihan cimino fistula dibandingkan dengan akses vaskular lainnya, seperti arteriovenous graft dan kateter vena sentral, adalah: 1) Relatif kecilnya risiko munculnya komplikasi (infeksi dan penggumpalan darah), 2) efektivitas fungsi hemodialisis, karena kompatibilitas yang tinggi dengan dialyzer, 3) tingginya tingkat patensi cimino fistula, 4) lebih mudah dan murah pemeliharaannya(2).

Fistula yang dibentuk kebanyakan terletak di lengan yang tidak dominan dan di bagian distal (jauh dari sumbu tubuh) atau proximal (dekat dengan sumbu tubuh). Tetapi, dapat juga dilakukan di bagian tubuh lainnya. Sebelum pelaksanaan operasi, pemetaan lokasi pembuluh darah dan evaluasi aliran darah dilakukan dengan alat ultrasonography (USG) doppler untuk menentukan pembuluh darah mana yang akan dilakukan penyambungan. Cimino fistula umumnya membutuhkan waktu sekitar 4-16 minggu hingga dapat digunakan untuk hemodialisis.

 


Sumber: (3)Lawson, J.H., Niklason, L.E. & Roy-Chaudhury, P. Challenges and novel therapies for vaskular access in haemodialysis. Nat Rev Nephrol 16, 586–602 (2020). https://doi.org/10.1038/s41581-020-0333-2

Berdasarkan lokasinya, arteri dan vena yang dihubungkan dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1) radial cephalic fistula yang terletak di pergelangan tangan, 2) brachial cephalic fistula yang terletak di siku-siku bagian dalam, dan 3) brachial basilic fistula yang terletak di lengan atas. Radial cephalic fistula yang menghubungkan radial artery dan cephalic vein menjadi pilihan utama bagi pasien karena letaknya paling distal(2). Sedangkan brachial cephalic fistula yang letaknya lebih proximal, lebih dipilih untuk pasien dengan diabetes mellitus (DM), hipertensi, dan usia tua, karena aliran darah lebih baik dan maturasi fistula lebih cepat(4). Tetapi, kekurangan fistula jenis ini adalah memiliki potensi kegagalan sebanyak 10% dan sering menyebabkan “steal syndrome”, yaitu menurunnya aliran darah ke arah tangan akibat sebagian darah dari arteri dialirkan ke vena(5). Brachial basilic fistula adalah yang paling jarang dipilih karena letaknya paling proximal dan dilakukan dalam satu hingga dua kali tahapan operasi(6). Penentuan lokasi fistula akan didiskusikan oleh dokter dan pasien dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan setiap jenis fistula dan kesesuaian dengan kondisi setiap individu.

Proses operasi cimino fistula umumnya membutuhkan total waktu sekitar 2 jam. Operasi ini dimulai dengan melakukan desinfeksi dan meletakkan linen steril untuk pembatas lokasi operasi. Tahap selanjutnya adalah menyuntikkan obat bius lokal ataupun total, tergantung kondisi pasien. Kemudian pada lokasi yang sudah ditandai, dilakukan sayatan lurus sepanjang 2-4 cm hingga lokasi cephalic vein ditemukan. Lapisan jaringan ikat dalam perlu dibuka untuk mencari lokasi radial artery, yang kemudian disisihkan untuk selanjutnya dilakukan penyambungan dengan teknik end to end, end to side atau side to side dengan cephalic vein. Tahapan terakhir adalah evaluasi dan kontrol perdarahan, serta penutupan sayatan operasi dengan jahitan dan bebat luka(2). Setelah prosedur operasi selesai, pasien dianjurkan untuk menghindari aktivitas berat, seperti mengangkat beban ataupun menggunakan tangan yang dioperasi sebagai tumpuan beban tubuh. Lokasi luka harus dijaga tetap kering dan bersih, selain juga harus menghindari pengukuran tekanan darah, pengambilan darah dan penyuntikan di sisi tangan tersebut.

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa operasi pembuatan cimino fistula termasuk operasi elektif yang dapat direncanakan beberapa bulan sebelumnya karena fistula ini membutuhkan waktu 1-4 bulan sebelum dapat digunakan untuk hemodialisis. Pasien mendapatkan cukup banyak waktu untuk konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam yang akan menyarankan dilakukannya tindakan operasi ini, dan dengan dokter spesialis bedah toraks, kardiak dan vaskular yang akan melakukan operasi ini. Pasien berhak untuk mendapatkan edukasi dan informasi yang jelas mengenai kelebihan dan kekurangan setiap jenis cimino fistula, serta prosedur dan komplikasinya. Sehingga, diharapkan kedepannya lebih banyak pasien yang membutuhkan hemodialisis, yang bersedia untuk dilakukan tindakan operasi pembuatan akses vaskular. Akses vaskular ini secara tidak langsung akan membantu meningkatkan angka harapan hidup dan kualitas hidup pasien.

 

Desnauli E, Nursalam N, Efendi F. Indikator Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa Berdasarkan Strategi Koping. 2017. 2017;6(2):5.

Segal M, Qaja E. Types of Arteriovenous Fistulas.  StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing Copyright © 2022, StatPearls Publishing LLC.; 2022.

Lawson JH, Niklason LE, Roy-Chaudhury P. Challenges and novel therapies for vaskular access in haemodialysis. Nature Reviews Nephrology. 2020;16(10):586-602.

Baktiroglu S, Yanar F, Ozturk A. Brachiocephalic and basilic fistula. J Vasc Access. 2015;16 Suppl 9:S29-33.

Mascia S, Spiezia S, Assanti A, De Nicola L, Stanzione G, Bertino V, et al. Ischemic steal syndrome in a hemodialisis patient: The roles of Doppler ultrasonography and dynamic Doppler studies in diagnosis and treatment selection. J Ultrasound. 2010;13(3):104-6.

Tan T-W, Siracuse J, Woo K, Baril D, Brooke B, Rybin D, et al. One-Stage Upper Arm Brachial-Basilic Arteriovenous Fistulas Have Superior Patency to Two-Stage Procedure. Journal of Vaskular Surgery. 2018;67(2):e27-e8.