Manajemen Non-ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) Dengan Kecurigaan Infeksi Covid-19
Oleh : dr. Theresia Sri Rezeki
Jumlah kasus infeksi COVID-19 masih terus meningkat di Indonesia sejak World Health Organization (WHO) mengumumkan pandemi terkait infeksi ini pada 11 Maret 2020. Pada tanggal 3 Juli 2020, dilaporkan sebanyak 60.695 kasus positif dengan 3.036 kematian di antaranya. Dengan tren jumlah kasus yang meningkat dari hari ke hari, kewaspadaan harus terus ditingkatkan khususnya dalam memberikan pelayanan kesehatan di lingkungan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK).
NSTEMI termasuk salah satu spektrum Acute Coronary Syndrome (ACS) yang ditandai dengan adanya tanda dan gejala iskemia atau infark miokard yang disebabkan oklusi parsial atau emboli distal arteri koroner tanpa disertai elevasi segmen ST pada gambaran EKG. Lain halnya dengan STEMI yang insidensnya cenderung menurun, insidens NSTEMI justru cenderung meningkat dengan beban mortalitas jangka pendek yang lebih tinggi daripada STEMI. Adanya pandemi infeksi COVID-19 tentu menjadi tantangan tersendiri untuk bisa menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi pasien-pasien dengan NSTEMI di RSJPDHK.
Pasien dengan NSTEMI mengeluhkan nyeri dada substernal yang berlangsung > 20 menit disertai gejala otonom seperti keringat dingin. Keluhan bisa disertai penjalaran ke lengan kiri, punggung, rahang atau ulu hati. Faktor risiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol tinggi dan riwayat keluarga dengan serangan jantung sebelumnya akan semakin memperkuat kecurigaan ke arah NSTEMI. Untuk menegakkan diagnosis NSTEMI, diperlukan adanya gambaran EKG dan hasil biomarka. Gambaran EKG pada NSTEMI bisa normal atau menunjukkan perubahan segmen ST selain dari elevasi sementara hasil biomarka jantung menunjukkan adanya peningkatan.
Penegakan diagnosis NSTEMI harus dilakukan secara paralel (bersamaan) dengan skrining infeksi COVID-19. Pada anamnesis, perlu ditanyakan apakah terdapat riwayat demam, batuk, pilek, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri otot/sendi disertai riwayat kontak dengan kontak erat/kasus suspek/kasus probable/atau pasien terkonfirmasi infeksi COVID-19. Hal-hal ini kemudian disesuaikan dengan form skrining cepat RSJPDHK. Pasien yang memenuhi > 2 dari 5 kriteria form skrining cepat dimasukkan ke Ruang PINERE IGD lalu dilakukan pengisian Formulir Penyelidikan Epidemiologi dan work up lebih lanjut untuk memutuskan apakah pasien masuk ke dalam kategori kontak erat/kasus suspek/kasus probable/atau pasien terkonfirmasi infeksi COVID-19. Pemeriksaan fisik fokus untuk mengidentifikasi apakah terdapat tanda dan gejala pneumonia berat seperti frekuensi napas > 30 kali/menit, distres pernapasan berat dan SpO2 < 90% pada oksigen ruangan. Pemeriksaan penunjang seperti foto polos toraks dapat menunjukkan gambaran pneumonia atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). CT scan paru bisa menunjukkan gambaran ground glass opacity.
Tata laksana NSTEMI pada infeksi COVID-19 mirip dengan tata laksana NSTEMI pada umumnya. Pada fase akut, tata laksana medikamentosa terdiri atas pemberian aspilet kunyah 160 mg, clopidogrel 300 mg/ticagrelor 180 mg, high intensity statin (atorvastatin 80 mg atau rosuvastatin 40 mg), nitrat sublingual 5 mg (bisa diulang sampai 3 kali jika masih ada keluhan nyeri dada) atau nitrat intravena jika nitrat sublingual tidak mengurangi keluhan nyeri. Pada fase lanjut, tata laksana yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pasien dengan hasil skrining cepat negatif mendapatkan tata laksana NSTEMI sesuai PPK PERKI 2018
2. Pasien dengan hasil skrining cepat dilakukan work up lebih lanjut dengan mengisi Formulir Penyelidikan Epidemiologi untuk memutuskan apakah pasien masuk dalam kategori kontak erat/kasus suspek/kasus probable/atau pasien terkonfirmasi infeksi COVID-19.
a. Pasien dengan kategori kontak erat/kasus suspek/kasus probable/atau pasien terkonfirmasi infeksi COVID-19 dengan hemodinamik stabil dengan/tanpa tanda-tanda pneumonia menjalani tata laksana konservatif di ruang rawat isolasi
b. Pasien dengan kategori dengan kontak erat/kasus suspek/kasus probable/atau pasien terkonfirmasi infeksi COVID-19 dengan hemodinamik tidak stabil tanpa tanda-tanda pneumonia menjalani intervensi koroner perkutan (IKP) di ruangan laboratorium kateterisasi terisolasi dengan mempertimbangkan manfaat yang lebih besar daripada risiko. Tenaga kesehatan yang terlibat selama prosedur IKP pada pasien dengan kecurigaan infeksi COVID-19 menggunakan alat pelindung diri (APD) level 3 yang terdiri atas baju kerja kateterisasi, topi, masker bedah, pelindung wajah (goggle), jas operasi steril, celemek steril serta sepatu tertutup.Pascaprosedur IKP, pasien dipantau di CVCU/ICCU/ICU untuk pemantauan kardiak.
Tata laksana dilanjutkan dengan pemberian statin, double antiplatelet therapy (DAPT), Angiotensin-Converting Enzyme inhibitor (ACE-i)/ARB, obat pencahar, dan diazepam. Selain tata laksana medikamentosa, tata laksana jangka panjang pada NSTEMI juga meliputi edukasi gizi dan pola makan, faktor risiko dan gaya hidup sehat.
Pandemi infeksi COVID-19 masih terus berlangsung, tetapi hal ini tidak lantas menjadi alasan untuk memberikan pelayanan kesehatan suboptimal di RSJPDHK. Sebaliknya, kualitas pelayanan kesehatan harus tetap dipertahankan sebaik mungkin dengan tetap waspada terhadap risiko infeksi COVID-19.